Info bisnis baru?....KLIK disini dengan mudah......

27 Oktober 2009

catatan seorang PEMANCING

Senin, 19 Oktober 2009


Trip Mancing Karangan:
Petualangan mancing gaya si "Bolang" di Tebing Mbandol, GK, Yogyakarta.

Tanggal 17-18 Oktober 2009 kemarin kami dari tim pemalas (penggemar Mancing laut Surakarta) melakukan trip mancing ke tebing Mbandol, dukuh Putat, desa Song Banyu, kec Girisubo kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta. Terlihat memang membutuhkan fisik yang kuat untuk menuju lokasi yang berbukit, hutan dan masih banyak ayam alas di sekitar hutan pantai yang berbukit-bukit. Saya sempat melihat ayam hutan tetapi sayang saat hendak saya foto, ayam sudah ngacir ke rerimbunan hutan.

Karena sehabis puasa, hingga lebih dari 2 bulan tim kami vakum mancing sehingga saat dilakukan trip mancing maka pemalas tampil dengan tim penuh, sebanyak 15 pemancing ikut serta diantaranya : Dr Syamsu, Widodo, om Yan, Pak Edi Harseno, Sen-sen, Ridwan, Kun Hantyo, Mas Budi “sriteks”, Yudi, Heri, Saya sendiri dan 3 pemancing Gunung Kidul yang juga anggota pemalas yang baru.

Bagi tim kami, petualangan, kerja sama tim, kekompakan, kekeluargaan, melihat spot baru dengan pemandangan yang indah (sehingga semakin mendekatkan diri kepada TUHAN Sang Pencipta, karena manusia itu ternyata tidak ada apa-apanya..) adalah tujuan kami dalam tim ini. Perkara mendapatkan ikan besar…itu hanya bonus saja.

Mengapa disebut sebagai mancing gaya si Bolang?, karena memang dalam tim kami terjadi saling ledek, bahkan selama menunggu teman kami yang masih diperjalanan, dibuatlah api unggun sehingga umpan mancing dibuat sebagai udang bakar dan ikan bakar.
Hasilnya sayang, BLUG!!!, alias kurang berhasil...hanya ikan setelapak jari..malu untuk difoto karena sama persis dengan ukuran umpan yang dipakai...wakakak

Rombongan "pemalas" tiba di desa Song Banyu, masih jalan lagi sekitar 2 km jauhnya.


Dengan 2 mobil, 9 pemancing tiba di lokasi, 3 orang pemancing lokal sudah ada dengan sepeda motor. parkir disini aman, karena sudah "kulonuwun" dengan pak dukuh yang masih bolo dewe.
Ayo jalan dulu... sen-sen paling belakang.. karena beratnya 110 kg..abot temen rek!!

inilah kumpulan para bocah petualang (si Bolang)....

Pak Wid di depan.... mirip petualang beneran...ayo rambut dicukur...wakakakkk

Blusukan di hutan pinggir pantai...tidak ditemui kalau mancing di tengah laut dengan kapal...aku berpapasan dengan ayam alas...sayang waktu hendak difoto sudah kabur duluan.

Om Yan ini mau mancing apa mau jalan-jalan...semangat 45 ...salut walaupun kakinya keceklik, tetap semangat!

Horee.. bukan dapat ikan tapi sudah sampai ke pemancingan...senangnya bukan main... padahal baru mau mancing..
setelah sampai siap-siap...untuk mancing...menjelang maghrib...
waktu datang telah disambut dengan awan mendung...gelap sekali...
Dr. Syamsu..paling duluan melempar umpan...tapi ya paling duluan...masalah hasilnya...ndak tahu deh?.

Pak Edi Harseno, sudah mancing tebing sejak tahun 1979... atau lurahnya tebing di Yogya.. anggota Pemalas dari Kalasan ini paling update peralatannya..kalu ndak Shimano ya ndak... sayang di sini 2 kali putus oleh ikan Giant...sayang..deh..

Mas Budi"Sriteks" lagi action, itu disana kok ngacungin jempol... apa dapat kok ngacung-ngacungin jempol.....

Ridwan, sekjen Pemalas, biasanya dapat banyak dan gede-gede...tapi blug di Mbandol..kepriwe bapakke !!!>???

Mas herry lagi megangin joran, jangan macam-macam , ini sersenya Gunung Kidul... mas kalo trip lagi aku di ajak ya??!! oke pak polisi !! siap ndan!!

wah jam makan tiba...makanan didrop dari dukuh Putat, dikirim lewat porter.. pokoke tinggal makan. beres deh.

Habis makan ada yang tiduran ada lagi yang nerusin mancingnya

ridwan strike ikan layur..

makan lagi ah...masih banyak kok..dibuat 2x makan juga bisa.
walah...pada tiduran,kapan mancingnya...
SEn-sen juga dapat layur
sama ikan red snapper bergaris seperti ini...

suasana menjelang pagi...mentari bersinar

itu kok pada liatin pantai kayak orang bingung sehabis bangun tidur.


masih stand by juga ???

siap-siap pulang
foto bersama: ki-ka : Mas Herry, Pak Edi harseno, Ridwan, Yudi, Inyong, Kun Hantyo, Mas Budi "sriteks", kang Dokter "pak Syamsu". sebagian masih tidur jadi nggak sempat foto...salah sendiri????

Dalam perjalanan memanggang ikan hasil pancingan, umpan dan lainnnya.... kayak bolang...atau agak lapar??.

Jumat, 25 September 2009

Trip Mancing
Casting di Sungai Suwuk, Kebumen
oleh : Eko Budi Kuncoro

Saya bersama anggota KPK (kumpulan Pemancing kali) solo tanggal 24 September kemarin melakukan acara mancing di sungai Suwuk, tepatnya sekitar muara sungai suwuk di daerah Karang Bolong, Kebumen. berikut adalah foto-fotonya :


Lembah sungai yang berlatar belakang pegunungan atau bukit Karang Bolong, sebaliknya adalah laut selatan pulau Jawa.


saya asyik menfoto kerbau jantan yang lumayan gede...

kemudian lebih dekat..lagi..


Lebih dekat lagi..akhirnya kerbau marah dan hendak menyeruduk saya, tetapi untung ada talinya, kalau nggak ada,, bisa-bisa habis saya dibuatnya...takutnya setengah mati...mau lari kencang jauh dari pohon...


sungai suwuk yang bersih nyaris tanpa sampah dan pencemaran... I like it
!!!
Banyak pemancing lokal yang memancing di sungai ini.
rata-rata memancing dengan umpan udang baik udang hidup maupun udang yang dikupas.

ini nih yang kadang-kadang terjadi yaitu perahu terbalik !!!!!! bagaimana tidak, sampan yang hanya untuk 5-10 orang tetapi dinaikin sekitar 30an manusia...jangan salahkan bila perahu terbalik.....alam kok dilawan...

mejeng sebentar di hutan nipah yang sudah langka, bahkan hanya ada di sekitar Cilacap saja sekarang ada hutan nipah di selatan pulau Jawa.


Casting pakai umpan tiruan memang harus menceburkan diri...

ada yang strike ikan GT, disini banyak ikan GT walau cuma 5 jari atau setelapak tangan ?!!
Wuih...banyak pemancing,..ikutan ah..
Poho nipah, sekilas seperti pohon kelapa, tetapi lebih pendek dan hanya hidup disekitar muara sungai aja.

ini ikan GT setelapak tangan yang paling sering terpancing dengan umpan udang hidup.
GT rambut juga ada, segede 10 jarian

yang paling banyak ikan keting...tetapi termasuk keting jumbo, sekilo 10an ekor.. jenis keting yang dapat tumbuh sampai 40 cm, nama ilmiahnya mystus gulio, ada sekitar 10 jenis keting...jenis yang ada di sungai suwuk ini yang merupakan jenis terbesar ikan keting, kating atau lundu.
aku cuma dapat ikan kakap sungai setelapak tangan yang nekat memakan umpan tiruan...

pindah di sungai sebelah utara, sekitar 2 km dari muara...


banyak juga pemancingnya...

Wah untung dwi dapat ikan baceman, sejenis ikan baung atau kalau kawulo Solo menyebutnya ikan sogo...sedangkan ikan baceman ekornya berwarna merah...

Minggu, 16 Agustus 2009

Trip Mancing :
Waduk NOTOPURO, Madiun
The State of Snakehead (Ibukota Ikan Gabus)

Hak Cipta : Eko Budi Kuncoro

Tanggal 2 Agustus kemaren, setelah mancing di kedung Brubus, Madiun. saya bersama Ridwan, Kun Hantyo dan pak Kun melanjutkan mancing ke waduk Notopuro di Madiun. Berikut ini liputan gambar-gambarnya :


Waduk dikelola oleh kelompok nelayan, sehingga ikan juga melimpah...tapi tentu...mbayar!!


Waduk ini dibangun tahun 1998 dan terletak di kecamatan Pilangkenceng, Madiun, sekitar 4 jam perjalanan dari Solo.


Kun Hantyo, Ridwan dan mbah Kun saling berdiskusi...mancing nggak ya...karena sudah agak sore nih.


waduk, yang sudah mengering karena untuk mengairi sawah.


terlihat seperti sungai.
seperti padang rumput.


banyak pemancing, padahal ini sudah mulai mengering...saat pertama dibuka, air masih tinggi.


eit...dapat ikan tawes... tetangga mancing nih.. dari Ponorogo...jauh amat kang?!

Kang Ridwan malah asik SMS-an... ikan cilik-cilik...tinggal sisa..

tawes 5 jarian masih melimpah...
ini yang paling sering didapat.. ikan gabus..makanya disebut ibukota ikan gabus..karena baru sekali ini semua pemancing rata-rata dapat ikan gabus..dan hanya makan umpan cacing..mungkin saking laparnya..

Pulang ah..sudah cukup...capek..

ini nih desa Notopuro...jangan lupa...kembali lagi saat musim hujan tahun depan..ingat ya..ikan gabus..!!
Trip Mancing:
Sungai Bengawan Solo, Chapter Colo, Sendang Ijo, Wonogiri
Hak Cipta @ 2009 Eko Budi Kuncoro


Tanggal 15 Agustus 2009, kemarin saya mancing bareng tim KPK Solo yaitu Mas Widodo, Mas Bill, Mas Emprit (bukan burung lho?!) dan mas Bayu ke sungai Bengawan Solo di wilayah Dam Colo atau di atas bendungan Colo sekitar 1 km. berikut cerita gambarnya :


Perempatan Solo Baru menuju trip kali ini...pas warna merah...tak foto lah..berangkat dari Solo jam 4 sore.
"Action in"sampai lokasi sekitar dam Colo, Sendang IJo, Wonogiri.

masak...nggak boleh mbonceng...kecuali alat pancing.!! Piye to mas Wid


Bengawan solo...Chapter Colo.

Negara kita ini memang "gemah ripah lohjinawi... tongkat kayu dan batu jadi tanaman.. lha gimana wong ada yang mancing dan membuang biji semangka di pinggir sungai aja tumbuh kok..sayang SDMnya tidak mendukung jadinya negara kita jadi memble kayak gini.. sedih deh!?
Mas Bayu lagi asik menseting piranti untuk jambal... piye to ki ko angel temen senar mlebu...lha wong wis bengi kok mas??
Lagi-lagi ABG-ABG lagi nongkrong di pinggir sungai..cari apa to pak??
Ini mas Bill dan mas Emprit..
ini 2 orang adalah kandung sinorowedi, satunya mancing..satunya tentu ada di sebelahnya..
sore menjelang malam
aku sebenarnya hanya emntargetkan ikan jambal sungai saja
tak tahunya ada yang dapat ikan sogo atau baung dengan umpan pelet dicampur aroma duren monthong.
ini nih yang namanya ikan sogo (Mystus nemurus)
wah dapat juga ikan palung atau hampala...ini hampala ke-4 yang aku peroleh seumur hidup...
jelas dirilis...biar beranak pinak...

mas Bayu dapat ikan goblok (goblok kan sama dengan bodo)
sebelum pulang main dulu di pasar kaget Wonogiri, Ki-Ka : Mas Emprit, mas Widodo dan mas Bill.



Senin, 03 Agustus 2009


Trip mancing :
Waduk Kedung Brubus , Pilangkenceng, Madiun
.
Hak Cipta @ 2009 Eko Budi Kuncoro

Minggu tanggal 2 Agustus 2009 kemarin saya bersama tim KPK ( Kumpulan Pemancing Kali) yaitu Ridwan, Kun Hantyo, Pak Kun (namanya sama dan memang calon bapak Mertua-nya..he.he.he pendekatan ya..sip.. lah) dan saya sendiri. Mancing ini terinspirasi oleh survey yang telah saya lakukan sebulan yang lalu.

Berangkat dari rumah saya yang menjadi markas tim Pemalas (Penggemar Mancing Laut Surakarta) dan tim KPK(Kumpulan Pemancing Kali) pagi sekali jam 3 dengan naik mobil kijang.

Inilah beberapa foto-fotonya :

Sampai di KarangJati, Madiun sekitar jam 6 pagi. Dari kiri, Pak Kun, Ridwan dan Kun Hantyo
Makan dulu masakan khas Madiun, yaitu Nasi Pecel. Sambil pesan untuk makan siang nanti. Wah harganya murah... separuh harga di Solo.

Kun yang nyopir...lainnya tinggal duduk manis..
Tuh ada pos..katanya dari Pemda...tapi tak tahulah ?!! yang jelas mbayar..

Siap-siap untuk menurunkan senjata dan..cepet-cepet melempar umpan..

Content local ...exactly beautifull...ya ndak mas Bayu!!
ini kaya di Vietnam aja ya..


Banyak pohon yang terendam dan masih di situ...kalau di Solo..wah sudah habis buat kayu bakar!!. disini kalau mau ngambil harus melintasi pos polisi hutan..bisa-bisa malah dapat ganjaran kurungan badan.



Itu pada ngapa yah...




sunyi senyap...banyak sekali cebong...mungkin namanya diganti saja menjadi Waduk Cebong.. Si kun lagi siap-siap "nglumut"
di pagi yang cerah
banyak ularnya! si Kun ketemu 3 kali ular pohon !.
Ridwan lagi asyik mensetel piranti untuk menaikkan ikan tombro atawa karper
Kepriben kang wis siap durung??
walah..kok dapat ikan lou han?...piye to pemda ki kok malah ditaburi lou han?


Pak Kun yang hobi lumutan sedang mancing apa sedang berteduh pak?
Pindah lokasi
Karena di lokasi pertama dekat dam hasilnya hanya ikan lou han kecil-kecil dan ikan nila, akhirnya diputuskan mencari spot lain. aku dapat 20an ikan nila 2 jari tapi karena masih "bibit", maka tak sebar lagi...mungkin 3-4 bulan lagi nanti baru dipancing lagi.

"pindah ke lokasi yang lebih ndeso lagi Kun?!!"

ini nih lokasi dekat sungai kedung Brubus yang mengalir dari gunung di sekitar Bojonegoro. itu pak Kun melihat2 pemancing lokal di bawah jembatan.


nyantai dulu, di warung sambil korek informasi A-Z mancing dan hutan ini oleh penduduk lokal. "tadi habis ada yang menaikkan ikan gurami 4 kg dan karper 5 kg lho pak", pemancing Ngajuk?! kata penjual makanan. wah ini berita bagus nih?!!

wah ini anak-anak pada kungkum...apa ndak masuk angin nanti??


Disini ternyata juga rame, karena hari libur...kebanyakan pemancing lokal.

mancing di dekat jembatan sungai.. itu yang berdiri..koboi Yogya..dan yang sedakep di bawah adalah suhu... murid sama suhu yang rukun ya..


aku pasang 3 setel saja, siapa tahu karper 12 kg dapat naik...mematahkan rekor sebelumnya yang 11 kg...wkkk.





eh...yang naik kok malah "bibit"...piye tho...ya udah disebar lagi aja...
aku cuma dapat yang paling besar segini....tak ada perlawananae babar blas...wkk
ini malah pemancing lokal dapat ikan lou han semua...

Saya dan Kun berfoto bersama di belakang adalah sungai Kedung Brubus


ini nih karcis masuk...5000/kepala...tapi besok lagi jangan disebar ikan lou han ya pak pengelola waduk...sebar saja ikan lele, patin dan nila..okey.

Sabtu, 01 Agustus 2009

Buku karanganku yang baru
Hak Cipta : Eko Budi Kuncoro

Ini adalah buku terbaru yang saya buat bersama Eko Ardi, Mania Mancing dari Balikpapan dan koresponden tabloid mancing mania di sana.

Cover buku dengan judul ENSIKLOPEDIA POPULER IKAN AIR LAUT, oleh penerbit : Lily Publisher, Yogyakarta. tebal sekitar 130 hal dan full color. buku ini sangat bermanfaat bagi pemancing laut yang kadang tidak tahu jenis ikan yang berhasil ditangkapnya.

itu ada penjelasan tentang ikan barakuda
ada juga tentang ikan belut laut....

ada beragam ikan kakap merah lho ! sekitar 32 jenis di dunia, beberapa ada di Indonesia..

Buku ini sudah ada di toko buku terkemuka di seluruh Indonesia...

Rabu, 29 Juli 2009

My blog in Blog preview

Selasa, 28 Juli 2009

Fishing Trip :
Spot Bojong, Sungai Jali, Purworejo.
Hak Cipta 2009 @ Eko Budi Kuncoro

Hari Sabtu tanggal 25 Juli 2009 kemarin saya melakukan trip mancing ke sungai Jali yang terletak di Purworejo. mancingnya tepat di daerah (desa) Bojong. kami mancing ber-4 yaitu Pak Edi, Om David dan Koko mania Purworejo. saya sudah 5 kali mancing bareng mereka. Sungai ini masih menyimpan banyak ikan lokal, karena masih relatif terjaga dari stroom, apotas dan over eksploitasi.

Dari Solo berangkat naik kereta Prameks paling pagi yaitu jam 5.45 WIB.

Prameks adalah kereta seperti KRL Jakarta-Bogor yang bersih tanpa pengamen maupun orang berjualan. Yang naik kebanyakan hight educated dan ini kelas bisnis cuma 14.000 dari Solo ke Kutoarjo.


Dari kereta terlihat penyeberang yang menunggu kereta lewat ini di daerah Wates, Yogyakarta
Dah nyampe tu di Kutoarjo?!!, cuma 2 jam dari Solo



Stasiun Kutoarjo, suatu kecamatan yang ramai sekali di Kabupaten Purworejo, sama ramainya dengan ibukota kabupatennya itu sendiri.

Mampir dulu di tempatnya om David, mania senior Kutoarjo yanag juga mereparasi Alat-alat pancing. Alat-alat pancing kuno yang kagak ada lagi di Toko masih banyak disini dan om David memang mengkhususkan alat-alat yang sudah kagak ada di toko... ini namanya sentuhan seni.. atau barang klagenan...khusus penggemar..

Berangkat dari rumah om David yang luas, khas rumah desa..pinggir jalan raya Jl Yogya-Purwokerto di Kutoarjo.

Situasi di depan stasiun Kutoarjo...masih banyak andong atau kereta kuda!!

Ayo om berangkat !! udah siang nih..

nyampe di bendungan desa Bojong, pertemuan antara sungai jali dan sungai kecil dari Grabag.

Bapak-anak, Pak edi dan Koko, rukun ya?

Om David in action!

Saya dan pak Edi, di atas jembatan sungai yang dulu pernah dibuat film surat sahabat di TransTV tentang mancing ikan belanak.


Tidak ada ikan yang naik pak?... pindah lokasi yuk ?!

I'am in the land near the river
Tuh ikan ketingnya minta ampun banyaknya...minta disate kayaknya ha.ha.ha...

Pak Edi, Om David dan Koko mulai lihat-lihat situasi,,mana yang tepat ya ?

Parkirnya sebelah sini aja...lebih adem..!!



Saya mulai lempar umpan...


Pak Edi Strike terus nih !!


Kadang-kadang naik juga ikan khas muara si "gelodok", rilis lagi ah...kasihan...


Perkumpulan ABG ' anak baru Gocap...padahal mendekati 60 tahun tuh !?


Tuh lihat ikan bader dan morosoca...seperti di kolam aja...ini sungai bung!! sip bener sungai ini...pemandangan seumur hidup baru ini nih ikan kayak cendol di sungai...


ini bader 20an cm yang kalo dipancing pasti dilepas lagi...dikira gila sama pemancing lokal lainnya...kita mau mancing bukan mau cari ikan ya ndak!..

Ini keting jumbo yang juga dirilis, biar tetap menjaga sungai jali.

ini lho morosoca atawa wader merah..bisa sampai 40 cm..tetapi disini baru sekitar 25an cm... rilis lagi dah...
sungai Jali...saya akan kembali untuk cari sidat...katanya masih ada yang 5-7 kg.

Tiketnya cuma 14 ribu!


Ikan betutu juga ada di sungai Jali......enak dan mahal... mau dibawa pulang eh tak tahunya ya cuma satu ini yang diangkat...kalau ini nggak usah dirilis karena daya hidupnya bagus sekali sehingga populasinya bisa berkembang sendiri.

Acknowledment : Thanks atas kehangatan mancing di Purworejo untuk Om David, Pak Edi dan Koko. Saya salut terhadap mania sungai dan pasiran ini yang menjunjung tinggi persahabatan sesama pemancing. we are brother now.

Minggu, 26 Juli 2009

Eksplorasi lokasi Mancing
Waduk Cengklik, The State of Angling
Hak Cipta 2009@ Eko Budi Kuncoro

Waduk ini terletak di kecamatan Ngemplak, Boyolali, tetapi justru paling dekat dekat dengan kota Solo, sekitar 5 km dan dekat dengan Bandar Udara Internasional Adi Sumarmo, Solo. Tidak dapat dipungkiri bahwa ini adalah destinasi paling murah bagi mancinger Solo dan sekitarnya. Dan kalau lagi musim ikan nila, maka jumlah pemancingnya sama dengan jumlah ikan.ha.ha.ha.
Waduk cengklik, dibuat oleh kumpeni Belanda sekitar tahun 1930an. sekarang banyak dibuat karamba ikan nila.

Namanya juga tukang foto, lihat ada pesawat, maka saya tembak dengan TELE Nikon D-80, emang di atas waduk sering buat jalan pesawat, karena hanya berjarak 2 km dari bandara.


Mancing di dam bebatuan, murah meriah, cuma "udu" rokok sebungkus plus lumut Rp 5000 beres deh

Kaya lomba ya, padahal ini di perairan umum, nggak bayar ...gratis

motor parkir di atas, pemancing di bawah.....

Ada yang bersama keluarga, begitu udah terasa panas,,, tinggal cabut.

Ada juga petani yang memakai jala angkut..

Mepet-mepet ah... panas sih...

ini biangnya mancing...saat saya lihat korang/karambanya gile..kaya nelayan..he.he.he

di minggu yang cerah.....rame!
ini aku cuma dapat 12 ekor nila 4 jarian cukup...deh.... panas..sih

ini nila 4 jarian...

Kalo ingin sewa perahu gini juga bisa cuma tinggal pesan sama yang punya perahu
Ada juga yang nyebur (istilah sini, nyobok) musti tahan banting karena pernah nyoba aku terus masuk angin..he.he.he

Ini 60 up...pemancingnya bukan ikannya...salut aku.sip.sip.....sip
ada regenarasi gitu lho....

ini juga para manula 50 up, masih panas-panas

Gelontoran waduk Cengklik

Ini kelihatannya masih anak cucunya Jaka Tingkir, main gethek

Perahu khas Jaka tingkiran...terbuat dari bambu

ini gethek yang siap disewa cuma 3500 seharian ! murah khan!?

Mancing di sebelah utara langsung dari tanah, bukan batu dam


di sini mancing nyobok juga banyak
nyebur yuk !

Dam dilihat dari utara lewat TELE-D-80 NIKON

berimajinasi !?
waduk Cengklik saatsiang hari

ABG juga banyak yang mancing di sini

Kamis, 23 Juli 2009

Rawa Pening, Salatiga , Rawa Terbesar di Jawa.
Hak Cipta @2009 Eko Budi Kuncoro

Rawa pening yang terletak di antara Salatiga, Ambarawa dan Banyubiru merupakan rawa alam dan merupakan danau alam terbesar di Jawa, karena semua danau-danau besar yang ada sekarang adalah buatan manusia. Luasnya mencapai 25 Km2 atau merupakan perairan terluas ke 7 di Jawa- Bali (lihat tabel)

Daftar Waduk/danau dan Rawa di Jawa-Bali :

1. Gajah Mungkur (Wonogiri)/ 90 Km2
2. Jatiluhur (Purwakarta)/ 83 km2
3. Cirata (Kab Bandung)/ 62 km2
4. Saguling (Kab Bandung) / 53 km2
5. Kedung Ombo (Boyolali&Sragen)/ 46 km2
6. Cacaban (Tegal)/ 29 km2
7. Rawa pening (Ambarawa) / 25 km2
8. Batur (Bali)/ 16,1 km
9. Karangkates (Kab Malang)/ 15 km2
10. Wadaslintang (Wonosobo)/ 14,6 km2
11. Malahayu (Brebes)/ 9,3 km2
12. Bening (Nganjuk)/ 5,7 km2
13. Pacal (Bojonegoro)/ 4,5 km2

Sumber : The Ecology of Java and Bali, 2000, Periplus edition, Singapore


Saya sudah beberapa kali mancing ke waduk ini dan saya rasa semua mania setuju tidak ada ikan besar di waduk ini. Hanya beberapa ikan nila, wadermerah, gabus, betik, sepat siam (yang dapat tumbuh sampai 20 cm) bahkan ada juga ikan hias semacam red devil dan lou han, saya juga pernah dapat ikan managuens di rawa ini tahun 2005 silam.

Banyak jala apung yang tentu berisi beragam ikan termasuk ikan hias dan seperti kita ketahui memelihara ikan di karamba atau jala apung sering jebol atau berlubang-lubang jalanya sehingga ikan ngacir ke semua relung waduk/rawa.

Ikan nila di sini dulu besar-besar, tetapi sekarang agak sulit mencari ikan yang berukuran besar. Sesekail terdapat juga ikan bawal yang berkembang biak di rawa ini.

Mengapa sulit memancing di rawa? Karena di rawa banyak nutrisi baik plankton, lumut dan tanaman air sehingga memancingnya seperti menabur lumut di hamparan lumut, jadi siapa memancing apa?

Tetapi sebagai funfishing bersama keluarga tentu enak juga, karena ada beberapa rumah makan terapung yang siap menyajikan lele lokal , hidangan khas rawa pening. Ingin tahu rasa lele lokal?.... seperti makan karet… alot… tapi uenak tenan…gurih… yakin..

1. Gunung Merbabu dari jalan Banyubiru-Ambarawa , pinggir Rawa Pening

2. Menyeberang untuk mancing atau untuk wisata bisa di sini.


3. Banyak kapal yang disewakan baik untuk menyeberang atau disewa seharian

4. banyak tanaman air,..namanya saja rawa..


5. Mancing di pinggir warung terapung

6. Ikannya kici-kici seperti di rawa lain seperti di rawa Jombor Klaten

7. Ini mancing apa cari panas ?

8. strike!!!! eh nyantol enceng gondok...

9. Yang ijo itu bukan rumput lho itu tanaman air kalau diinjak...plung..3 meter!!



10. eit..ada anak ikan gabus sembunyi..berhasil tak tembak dengan kamera..
11. Banyak penduduk yang mengambil enceng gondok untuk membuat tikar dan kerajinan

12. ini..ni yang paling banyak di sini : ikan betik atawa betok

13. betik jumbo sampai 20 cm.

14. atas : ikan wader merah ? morosoca paling banyak terangkat kalau pake pelet tapi kalau pake cacing ya anak gabus seperti ini (bawah)

Selasa, 21 Juli 2009





Berita Sains :
Nila, Mujair dan Kerabat Dekatnya
Oleh : Eko Budi Kuncoro
Sumber : Atlas of Freshawter World, Dr Axelrod dan sebagian foto-2 Saya

Tahukah anda bahwa setidaknya terdapat 14 jenis ikan dari kelompok nila (ikan yang mempunyai nama marga (genus) Tilapia ? . Sebenarnya dalam tata nama (ICZM = International of Code Zoological nomenclature/ komisi internasional untuk tata nama hewan ) paling akhir, penggunaan nama genus Tilapia sudah diganti dengan nama Oreochromis bagi kelompok tilapia dimana anak dieram di mulut ikan betina, sedangkan nama Sarotherodon bagi anak yang dieram ikan jantan.

Hanya untuk pengetahuan bahwa beberapa strain nila yang ada di perairan kita adalah hasil kawin silang antar marga (dalam genus yang sama) misalnya nila merah adalah silangan antara ikan nila (Tilapia nilotica dengan Tilapia shirana), demikian pula ras ikan satria (hasil budidaya di Banyumas) adalah kawin silang antara Tilapia nilotica, Tilapia mosambica, Tilapia leucostictus dan Tilapia aureum demikian tiap-tiap daerah mungkin mengembangkan ras-ras lain yang sebenarnya adalah ikan dalam satu marga.

Nila merah agak sulit berkembang di alam karena anakan ikan terlihat jelas oleh pemangsa, sehingga ikan nila yang berwarna gelap lebih mendominasi perairan umum seperti di sungai, rawa dan waduk.

Tilapia Shirana, galur yang menghasilkan nila-nila merah


Tilapia mossambica, lebih dikenal sebagai ikan mujair tempo dulu, sekarang di alam mulai terdesak dengan ikan nila, bahkan di alam sangat mungkin ikan ini kawin dengan ikan nila sehingga galur murninya hilang.


Tilapia nilotica, jenis yang dikenal sebagai ikan nila

Nila merah, merupakan ikan kawin silang yang tak diketahui asal-usulnya, kemungkinan ikan hibrid antara nila, mujair dan tilapia shirana



Kalau ini jelas ikan nila yang kudapat di rawa pening

Tilapia Leucostictus, salah satu indukan ikan nila strain Satria di balai benih Banyumas

Tilapia kumba, kayak ikan hias ya?

Tilapia kottae, bukan hota-hota-he lho? semua ikan tilapia dari Afrika, bukan india!

Tilapia aureum, salah satu galur indukan ikan strain satria

Tilapia tholloni, persis dengan nila saat baby kan?
Tilapia dardeni, juga sangat mirip nila saat kecil

Tilapia pungo, jenis yang melahirkan strain nila yang betotol-totol tubuhnya

Tilapia nasutus, ini kayak ikan hias !?
Tilapia mariae, jenis yang seperti zebra cross
Tilapia machodoi, namanya aneh ya, kaya nama orang Afrika ?!










Senin, 20 Juli 2009




Trip Mancing:
Mancing di Rumpon Kakap Putih, Semarang

Hak Cipta @ 2009 Eko Budi Kuncoro

Ikan kakap putih hidupnya di sekitar muara sungai dan pantai yang dangkal. saya dan tim Pemalas Solo ingin merasakan bagaimana pengalaman mancing di hutan bakau tetapi telah dirubah seperti jermal (bagan), sehingga kalau mancing cukup berada di atas bambu yang dibuat penduduk setempat. trip hari minggu 19/07/2009 kemarin kurang beruntung karena hanya menaikkan ikan-ikan runcah, tanpa sambaran ikan kakap putih. Tetapi bagaimanapun ini telah menambah perbendaharaan mancing di beragam lokasi.






Gb.1-5 Foto2 tim mancing ke rumpon kakap Putih di pantai Marina Semarang

Pak Edi lagi mancing, di sebelah kolam bandeng lho pak, jangan salah mancing ?! ha.ha.ha


Mas Tarjo Lagi siap-siap mancing, jorannya kegedean mas!, ini rumpon pinggir, bukan di tengah laut lho?!



Mancing apapun dapat, yang penting ikan naik...

Ridwan dapat ikan bojor...kalau ini di Parangtritis juga banyak..


Pak Dokter dan Om Yan malah berdarmawisata perahu....

Ini namanya ikan kadal-kadalan...mirip kadal nggak ya?
Ini ikan kapasan atawa ikan bekukon, dpt tumbuh sampai 1 meter, cuma yang disini masih 3-4 jarian, sama dengan nnila di kedung Ombo.....
Ikan tembong segini yang paling banyak di rumpon marina
Ikan tigowojo atau nama Indonesianya ikan Gelama

Gb. rumpon (atas) dan hutan bakau (bawah)

Perjalanan pulang, capek ikannya kici-kici ?!!!



Ridwan ketawa aja..apa maksudya.he.he.he

Siap-siap pulang menuju Solo !!



Sosok ikan bojor

Tim Pe-malas : Ki-Ka : Mas Tarjo, Inyong, Bambang, Ridwan, Om Yan, Pak Edy dan Mas Budi
Pulang-pulang!!

Hutan bakau yang emnjadi ladang pemancingan


Ada yang punya kapal mancing fiber di sini
Persiapan pulang ke Solo !

Jumat, 17 Juli 2009

Theory and Application :
Mancing Pasiran

Hak Cipta @ 2009 Eko Budi Kuncoro


Beach Casting adalah memancing di pantai tidak menggunakan kapal, biasanya para pemancing wading (mencelupkan sebagian tubuhnya) di pantai pasir . Karena memancingnya di zona surfing, maka disebut sebagai surfcasting atau juga dikenal dengan mancing pasiran. Tipe pantai lainnya adalah zona bebatuan sehingga memancingnya disebut sebagai mancing karangan atau rockcasting karena para pemancingnya bertengger di tebing-tebing pinggir pantai. Keduanya sama –sama memancing di pantai sehingga disebut beachcasting.


Deskripsi Pantai Pasir
Pantai pasir adalah lokasi pinggir laut yang paling menarik bagi semua orang untuk berekreasi sambil bermain, berenang dan tentu memancing. Mulai dari anak kecil, ABG sampai orang dewasa tentu senang bermain di pantai pasir, apalagi pantai pasir putih. Semua pantai yang berpasir pasti mempunyai magnet yang kuat untuk menarik wisatawan untuk mendekatinya. Pantai pasir baik yang berwarna putih maupun pasir hitam terdapat di hampir seluruh pantai di Indonesia. Pantai pasir putih terbuat dari hancuran lapisan karang dan struktur tanah pantai yang terbuat dari batu cadas yang banyak mengandung kalsium karbonat (CaCO3) , sedangkan pantai pasir hitam terbuat dari hancuran struktur tanah pantai yang banyak mengandung zat besi (Fe) atau pasir kwarsa silikat (Si). Ciri utama pantai pasir adalah landai dan merupakan daerah atau zona pasang-surut (intertidal).

Memancing di zona pantai juga sama berbahayanya dengan memancing di zona batu atau pantai karang. Kalau memancing di zona bebatuan atau rock casting berbahaya karena berada di ketinggian tebing pantai- bila saja pemancing jatuh- maka kemungkinan selamat sangat tipis. Sedangkan di pantai pasir, kemungkinan yang paling besar adalah terseret ombak sampai ke tengah laut- bila terlalu asyik- tanpa mengindahkan keselamatan.

Karena pasir merupakan dasar yang dinamis, tidak solid dan mudah bergerak bila terkena ombak, mania sering terasa seperti terhuyung-huyung atau berpindah beberapa cm dari tempat semula berpijak bila ombak datang. Bila ingin aman memancingnya, maka jangan terlalu jauh masuk ke laut, toh dengan joran yang panjang (4-5 meter) dan senar yang panjangnya 100-200 meter sudah dapat menjangkau lubuk (Jawa : lebeng), tentu dengan menggunakan timah yang relatif berat.

Bagaimana mencari Lubuk ?
Sebenarnya lubuk (pool) lebih pas digunakan di sungai, tetapi kalau hanya untuk membedakan daerah di pantai pasir yang lebih dalam dibanding rata-rata kedalaman pantai, maka di bidang Oceanography biasa disebut rip current atau arus balik. Mengapa daerah yang dilalui arus balik dari pantai ke laut lebih dalam, karena arus balik tentu akan mengerus media yang dilaluinya. Karena pantai pasir substratnya dapat berpindah-pindah, maka saat terkena arus balik akan tergerus, sehingga membuat kedalaman pantai relatif lebih dalam dibanding daerah yang tidak mendapat arus balik. Lalu bagaimana mencari pantai yang mempunyai arus balik ?.

Ternyata arus balik hanya terdapat di pantai yang bagian pantai melengkung atau menjorok ke darat (gb 1) sedangkan pantai yang lurus saja tidak mempunyai arus balik (gb 2).

Di daerah Rip current ini banyak terdapat nutrisi yang teraduk dan tertambat atau hanya berputar-putar disekitar lubuk yang relatif lebih dalam dibanding daerah di kiri-kanannya sehingga ikan akan berada di sini untuk tujuan feeding atau mencari makan. Jadi bila anda ingin mencari daerah yang lebih banyak ikannya, maka carilah daerah pantai yang berkelok.

Ini bukan berarti di daerah pantai yang datar tidak ada ikannya. Biasanya ikan yang ada di daerah datar ini adalah ikan yang berenang dalam proses mencari rip current dari daerah zona batu karang. Pada saat seperti ini bila anda melempar umpan tepat di depan mulutnya tentu akan dimakan juga.


Gb 1. Pantai Pasir berkelok, ada lubuknya

Keterangan : Arah gelombang (Wave rays) dari laut menuju pantai. Puncak gelombang (Wave crest) semakin ke pantai semakin pendek dan mengecil serta hilang/ pecah. Di daerah terluar zona surfing (Outer edge of surf zone) ombak mulai menyusuri pantai. Karena ada belokan maka arah air di zona surfing ( Water transport in surf zone) akan kembali ke laut membentuk arus balik (Rip current). Daerah yang dilalui rip current adalah tempat berkumpulnya ikan karena banyak nutrisi terjebak di sini.

Gb 2. Pantai pasir lurus, tidak ada lubuknya

Keterangan : arah gelombang (Wave rays) dari laut menuju pantai. Puncak gelombang (Wave crest) semakin ke pantai semakin pendek dan hilang atau pecah. Di daerah surfing (Surf zone) air akan bergerak menyisir pantai sepanjang pantai pasir dan akhirnya melemah dan hilang. Karena tidak ada arus balik (Rip current), maka di daerah ini nutrisi hanya lewat saja, tidak tertambat seperti di pantai berkelok.

Adaptasi Ikan laut di pantai Pasir
Keragaman jenis mahluk hidup di laut yang berada di pantai pasir tidak sebanyak jenis yang hidup di pantai berbatu. Di zona pantai berbatu karang terdapat banyak celah atau naungan sehingga banyak hewan-hewan seperti kelompok kepiting dan udang (Crustacea) kelompok hewan-hewan lunak seperti cumi, cacing laut (Molluska) dan ikan semua saling berinteraksi di pantai berbatu.

Hewan-hewan yang ada di pantai pasir harus mempunyai kemampuan untuk menenggelamkan diri secara cepat di pasir seperti kepiting pantai, cacing laut dan beberapa jenis ikan. Atau berbagai cara adaptasi lainnya sehingga hewan-hewan ini tetap eksis di pasir.
Berbeda dengan ikan yang berada di zona batu cadas, ikan di pasir kebanyakan adalah ikan-ikan ruaya (tidak menetap permanen) bukan ikan teritori seperti saudaranya di zona batu cadas. Mereka hanya berada di pantai pasir saat air pasang naik atau pasang turun. Ikan-ikan yang hidup disekitar pantai pasir biasanya mempunyai ciri khas utama berupa mulutnya yang menghadap ke bawah seperti ikan pari, gatho, surung. Bentuknya pipih seperti ikan bawal laut (peda) dan berbagai ikan petek.

Beberapa jenis mampu membenamkan diri di pasir seperti ikan pari. Ikan-ikan pelagis yang mempunyai kecepatan berenang diatas rata-rata ikan-ikan dasar juga sering terdapat disini seperti ikan talang-talang, salem, bandeng laut. Ikan yang mempunyai sungut juga sering berada di pantai pasir seperti kelompok ikan (goatfish) : ikan biji nangka dan kuniran atau ikan kuning, maupun ikan berkumis (catfish) seperti ikan sembilang dan manyung. Ikan yang hidupnya dengan cara mengaduk-aduk pasir untuk mencari kepiting , kerang dan cacing laut juga melimpah di zona pasir, seperti kelompok ikan bayeman atau samadar.

Sesekali ikan-ikan oportunis juga ada di sini seperti ikan caru atau GT / Giant Trevally dan ikan hiu. Sedangkan ikan kerapu jarang ada di zona pasir, kalaupun ada, maka biasanya ikan ini terpancing di zona campuran atau batas antara zona batu cadas dan zona pasir.
Ikan yang ada di pantai pasir biasanya warnanya kurah menarik, berbeda dengan ikan yang hidup di zona batu cadas yang penuh warna. Karena zona pasir adalah zona terbuka, tanpa shelter, maka warna yang terlalu norak akan terlihat dari jauh sehingga dapat dibayar kontan oleh para predator.

Mengapa ikan pantai pasir kecil-kecil?
Sudah menjadi rahasia para pemancing bahwa ikan yang terdapat di pantai pasir lebih kecil ukurannya dibanding ikan di pantai cadas, tetapi mengapa demikian ?. Ikan-ikan besar yang sering terdapat di pantai pasir kebanyakan hanya ikan pari. Di Yogya, kadangkala terpancing ikan-ikan pari berukuran 12-17 kg.itu sudah cukup besar, karena rata-rata ikan yang terpancing hanya seukuran piring nasi. Ikan pari tubuhnya pipih dan melekat dengan substrat pasir sehingga mampu beradaptasi dengan kondisi ini. Sedangkan ikan-ikan karang yang besar bila berada di pasir dan terlalu ke pinggir tentu akan terdampar, tidak bisa berbalik dengan kecepatan seperti ikan pari yang cocok untuk tipe pantai ini.

Di zona pantai pasir terbentuk jaring-jaring makanan yang pendek karena keragaman jenis ikan juga tidak sebanyak di zona batu cadas. Di zona pasir seperti daerah tandus, daerah yang terbuka sehingga sangat berbahaya bagi ikan atau hewan laut untuk hidup. Sedangkan di zona batu biasanya terdapat pula binatang karang (terumbu karang) dan zona rumput laut dimana banyak terjadi shelter atau naungan sehingga ikan atau hewan laut lainnya akan terlindung dari sergapan ikan predator secara langsung.

Karena jaring-jaring makanannya panjang, sehingga ikan-ikan besar bisanya masuk dalam top predator. Di zona batu karang ini biasanya ikan GT, barakuda atau ikan hiu masuk sebagai top predator, sedangkan di pantai pasir ikan yang masuk dalam top predator adalah ikan pari. Selain itu pantai pasir selalu dapat dipastikan sebagai daerah yang dangkal, jadi secara ruang, kurang memungkinkan bagi ikan besar untuk berada di daerah ini.













Foto-foto : ini adalah lomba mancing pasiran di Yogyakarta tahun 2007 kemarin. saya juga ikut tapi pas tidak dapat ikan kecuali ikan megan 3 jari yang tentu memalukan kalau ikut ditimbang.ha.ha.ha
Gambar di bawah ini adalah ikan-ikan khas pasiran:

Gb. Ikan Baji (kalau di Cilacap disebutnya begitu, kalau di tempat lain ku tak tahu..)
Gb. Ikan bojor
Gb. Ikan bawal


Ikan megan/queen fish

Kamis, 16 Juli 2009

Eksplorasi Lokasi Mancing :
WADUK KEDUNGRUBUS, MADIUN, JATIM

The New Experience and Exactly : Quiet !

Hak Cipta @ 2009 Eko Budi Kuncoro

Waduk KedungBrubus terletak di Kecamatan Pilangkenceng, Kabupaten Madium, Jawa Timur. Lokasi ini dapat ditempuh sekitar 4 jam perjalanan dari Solo, 5 jam dari Yogya dan 6 jam dari Semarang

Arah Perjalanan :
Solo-Ngawi (85 km)--- jalan mulus klas Negara
Ngawi – Pertigaan Muneng (30 km)--- jalan mulus klas Propinsi
Pertigaan Muneng belok kiri ke kecamatan Pilangkenceng sampai waduk Notopuro (20 km)--- jalan agak mulus klas Kabupaten
Dari waduk Notopuro ke kiri (sekitar 7 km) sampai di Kedung Brubus—jalan mulus (baru)

Deskripsi lokasi:
Waduk yang dibangun sekitar tahun 2005 dan baru dibuka 1 tahun yang lalu ini benar-benar ditengah hutan jati. Kalau waduk Sangiran dibagian selatan pedesaan dan dikelilingi hutan, sedangkan waduk ini memang hanya dikelilingi hutan jati. Disini masih ada kijang, celeng bahkan burung merak masih banyak di hutan ini. Dulu pernah ada harimau tutul, tetapi sekarang sudah tidak ada lagi jejak atau setidaknya orang yang berpapasan dengannya. Saat test case mancing di pinggir waduk saya sering melihat adanya garangan (luwak yang agak besar) yang saling berkejaran. Kayaknya bau ikan yang saya dapat membuatnya ingin mendekat sehingga mau mengambilnya, tak tahunya ada saya jadi mereka langsung ngacir.he.he.he. sama-sama kagetnya.. saya kira celeng !! kalau celeng, aku yang ngacir !!!

Jenis Ikan :
Ikan di waduk ini adalah hasil tebaran oleh pemda terkait berupa ikan mas, tawes, nila dan ikan lokalnya adalah ikan gurame. Ikan yang didapat rata-rata 1-2 kg, tetapi sayang banyak nyamuk dan semut yang sangat agresif.. perlu anti nyamuk lotion kalau tidak ingin acara mancing tidak nyaman. Saat saya test mancing sekilas (nggak bawa peralatan lengkap), saya dapat menaikkan nila 4 jarian 12 ekor dalam hitungan kurang dari 30 menit, suatu rekor yang baik di alam bebas !. Katanya penjaga warung, kalau mancing malam hari saja, nanti kalau dapat ikan tombro 3-4 kg itu biasa… penasaran juga nich ! ntar lain waktu tetap akan saya ladeni tantangan ini !

Rekomendasi :
Mancing di tempat yang baru dengan kelebihan : pemancingnya masih sedikit karena jauh dan masuk ke dalam hutan., Ikan-ikan masih aman dari strum , obat dan jala. Lokasinya sangat alami dan banyak spot merupakan tantangan bagi mancinger sejati. Tetapi bahaya besar mengancam berupa nyamuk (mungkin bisa jadi malaria), kata penduduk di sini juga banyak kalajengking di semak-semak pinggir waduk, dan arena letaknya benar-benar terpencil maka anda harus bawa banyak teman karena kejahatan manusia bisa mengancam kita,.. ya nggak. Lokasi ini saya beri nilai 3 dalam skala 1-5.


1. Dam gelontoran Kedung Brubus

2. Masuk dalam kawasan KPH Saradan, dan kalau mancing mbayar Rp 3000

3. Jalan ke spot lumayan, yang penting bisa buat jalan..

4. Jalan menuju Waduk, halus karena baru dibuat


5. Pintu masuk ke Ngawi, dari arah Caruban.

6. Benar-benar dikelilingi hutan

7. tuh lihat hutan semua khan ??!

8. baru dibuat tahun 2005 dan setahun lalu dibuka

9. gelontoran air langsung melewati hutan sebelum ke saluran irigasi menuju sawah

10. Kalau ingin mancing karper besar spotnya pas di depan tulisan ini (10-15 meter dalamnya)

11. Ada 4 mata air yang mensuplai waduk ini jadi tak bisa kering


12. banyak pulau tak berpenghuni

13. Ada juga warga lokal yang mancing

14. Ada warung yang buka sampai sore, tenang pemiliknya juga suka mancing !
15. jauh dari peradaban, tapi tetap ada juga para mancinger

16. "Wis oleh iwak durung kang"?

17. jelas terlihat bekas pohon yang terendam belum lama !

18. Jalan tembus ke Bojonegoro lewat Klinong.weh ra wani aku, akeh celeng !!
19. disinilah aku berjumpa garangan (Luwak besar) saat mau cari spot pinggir waduk !

20. Boleh diadu sama lokasi lain!
21. ada gardu pandang, mau mandang siapa wong hanya hutan melulu !

Eksplorasi Lokasi Mancing
WADUK SANGIRAN, MADIUN , JAWA TIMUR
"The real freshwater destination"

Hak Cipta @ 2009 Eko Budi Kuncoro

Waduk Sangiran (sebagian penduduk menyebut bendung Bringin) terletak di Kecamatan Bringin, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Lokasi ini dapat ditempuh sekitar 3-4 jam perjalanan dari Solo, 4-5 jam dari Yogya dan 5-6 jam dari Semarang

Arah Perjalanan :
Solo-Ngawi (85 km)--- jalan mulus klas Negara
Ngawi –pertigaan KarangJati-Bringin (25 km)--- jalan mulus klas Propinsi
Pertigaan KarangJati belok kiri ke arah kecamatan Bringin (15 km)--- jalan agak mulus klas Kabupaten

Deskripsi lokasi
Waduk Sangiran dikelilingi hutan jati yang lebat di semua penjuru, kecuali bagian selatan adalah ladang dan pedesaan yang sepi. Lokasinya menjadi surga bagi pemancing karena tempat ini dikelola dengan baik, tidak ada jala, strum dan obat disini karena ikan memang ditebar dari benih kemudian ditunggu sampai besar kemudian dipancing. Setelah masa mancing beberapa bulan kemudian pemancingan ditutup lagi dan disebar benih kemudian setelah benih besar, maka dibuka lagi demikian seterusnya. Karena memang dikondisikan seperti itu, maka ikan juga banyak dan gede-gede !. kalau lagi dibuka untuk umum, pemancing harus membayar sekitar 20-25 ribu sekali mancing. Inilah salah satu cara kelola yang baik bagi para kita mancinger ! sehingga hasrat mancing ikan dengan perolehan banyak dan gede bisa disalurkan. Ini bukan kolam lho bung ! ini waduk alam ! I like this lake !!!


Jenis Ikan :
Paling banyak tawes dan Nila. Disini juga ditebar ikan karper, tombro, patin dan satu lagi ikan bandeng ! Saya pernah mancing 3 tahun yang lalu disini dan memang dapat sekarung ikan Nila, sayang baterai Camera Digital NIKON-D40 saya waktu itu drop sehingga tidak ada foto-fotonya.

Rekomendasi :
Ini adalah destinasi para mancinger tawar yang paling sip, Cuma memang jauh dari peradaban (jauh dari rumah). Tidak ada lampu dan cuma hutan melulu. Saat ini masih dapat dilihat burung derkuku dan burung bangau hitam besar yang bertebaran di pohon pinggir waduk. Kalau kesini di awal-awal mancing dibuka, maka akan terlihat ramai, kayak pasar tiban sehingga banyak yang nggak dapat sewa kapal. Bila dinilai dengan skala 1-5, maka sangiran masuk dalam nilai 4 ! ingat pancingan dibuka tanggal 25 Juli 2009 !

1. waduk Sangiran, seperti sungai bentuknya
2. Diresmikan mentri PU wanita, Erna Witular

3. kedalamannya lebih dari 20 meter karena tebing tinggi, sebelumnya.

4. gelontoran air keluar di waduk sangiran

5. waduk ini terlihat seperti sungai karena dilihat dari arah selatan (google.earth.com)
6. Banyak perahu kosong karena pas dilarang mancing !
7. perahunya sangat lega, pas bagi 5-10 pemancing
8. susunan dam untuk mengeluarkan air ke saluran irigasi
9. ikan kecil melimpah di pinggir, apalagi di tengah wah gede-gede pasti
10. Ada jala menahan ikan-ikan gede ikut keluar dari waduk
11. aku menunggu pemancing datang !
12. aku kesepian, tanpa orang-orang mengajakku ke tengah !
13. lihatlah hutan di jauh sana !
14. pinggir waduk saja banyak ikannya, apalagi di tengah !
15. maaf, paling banyak foto2 perahu, karena memang pas tidak boleh mancing.he.he.he






Eksplorasi Lokasi Mancing
WADUK PONDOK, NGAWI, JAWA TIMUR
Hak Cipta @ 2009 Eko Budi Kuncoro

Waduk Pondok (sebagian penduduk menyebut bendung Dero) terletak di Kecamatan Dero, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Lokasi ini dapat ditempuh sekitar 3 jam perjalanan dari Solo, 4 jam dari Yogya dan 5 jam dari Semarang

Arah Perjalanan :
Solo-Ngawi (85 km)--- jalan mulus klas Negara
Ngawi –Kec Padas (15 km)--- jalan mulus klas Propinsi
Pertigaan Padas belok kiri (15 km)--- jalan agak mulus klas Kabupaten

Deskripsi lokasi:
Waduk yang dibangun sekitar 15 tahun yang lalu ini dulu pernah menjadi buah bibir para pemancing, tetapi sekarang ?.. ikannya kecil-kecil karena paling dekat dengan peradaban. Paling sering dipancing penduduk sekitar Ngawi, Madiun, Solo dst. Kalau datang lihatlah hutan di sekitar waduk yang sudah mulai gundul, tanda warga dan pemerintah setempat kurang mempertahakan keasrian. Lokasinya panasnya minta ampun…menyerah deh!.

Jenis Ikan :
Paling banyak tawes, Nila, red devil bahkan lou han (duh waduk yang potensial kok ya dimasukin ikan lou han…gimana tho?). saya mancing funfishing hasilnya ikan lou han bahkan ikan sympilum (nenek moyang lou han) ada di sini. Buat para pecinta ikan hias mancing aja di sini ha.ha.ha. Beberapa ikan besar seperti patin dan ikan tombro (mas) dan karper juga ada.

Rekomendasi :
Buat mancing fun fishing dengan target ikan hias. Kalau ingin ikan besar sebaiknya di malam hari karena selain kita tidak kepanasan dan malam hari lebih prospek. Mancing siang syarat utama adalah membawa payung. Ikan nila hitam pada saat musimnya rata-rata berukuran besar. Sewa perahu lebih baik hasil mancingnya daripada ngarang sendiri menentukan spot di pinggir waduk. Bila dibuat skala nilai 1-5 bagi mancinger, maka waduk Pondok saya kasih nilai 2 !

1. Pondok dari arah Dam
2. Panasnya Minta ampun !!!
3. Waduk Pondok di tengah itu lho !! yang kanan waduk Sangiran (Google earth.com)


4. Tulisannya PONDOK, tapi penduduk setempat menyebutnya bendung Dero

5. Perahu nunggu pemancing atau wisatawan yang ingin putar2 waduk
6. Ada ikan nila, tawes dan lou han, tapi kici-kici
7. INi pada mbolos sekolah Yaa, kayak aku dulu aja. he.he
8. perahunya aneh, ada kursi panjang buat taman di taruh disini juga he.he.he
9. Lihat di sebelah sana adalah hutan di Bojonegoro

10. sungai gelontoran di dasar waduk banyak tumbu tanaman air
11. bukit gersang di sebelah sana!
12. Ada pohon besar di sungai gelontoran, disini banyak ikan bader/tawesnya
13. Ini namanya pohon lo, jangan dimakan..tidak enak. yakin !
14. seperti di Rawa Pening yaa

Rabu, 15 Juli 2009



Inspirasi :

Muara Sungai Serayu

Hak Cipta @ Eko Budi Kuncoro



Ini adalah foto-foto sungai serayu, tepatnya sekitar muara sungai di Cilacap. foto-foto ini sudah sekitar setahun yang lalu. Saya fordward ke sini mungkin ada yang rumahnya dekat dan terinspirasi untuk mancing ke sini.


1. Mari berdekat-dekatan sini !

2. Sungai Serayu difoto dari jembatan Adipala, Cilacap


3. Asyik mancing ikan belanak

4. Ada yang bikin kayu menjorok ke sungai.. bagaimana kalau kecebur mas ?!

5. Sungai Serayu yang lebar, suatu saat nanti saya troling di sini , karena sangat mungkin !
6. Ada yang memburu kakap putih di sini
7. Tak terpengaruh harga-harga naik Bung! pokoke mancing dab !
8. Naik pohon ya nggak masalah, yang penting dapat belanak !
9. Pohon yang paling tinggi juga ggak papa.. piye nak tibo to kang ?
10. Dalam sejam ada yang dapat 50 blanak lho ? 11. eh fotonya kok sama dengan diatas...
12. ikan srinding yang digunakan sebagai umpan ikan kakap, cuma segede silet
13. Sesekali dapat juga ikan kuniran...ingat ini di muara lho jadi banyak juga kuniran
14. Ini maskotnya.. kakap batu bisa tumbuh sampai 30 kg lho ?!
15. Ikan Bojor yang paling sering makan udang kupas

16. Belanak lagi ya kang Arjo ?

Minggu, 12 Juli 2009

Waduk Kedung Ombo, Jawa Tengah
"Kampung Ikan Hias"
Hak Cipta @2009 Eko Budi Kuncoro

Mancing di kedung Ombo sudah saya lakukan sejak waduk ini dibuka untuk umum yaitu tahun 1987 yang lalu, bahkan sebelum dibangun saya juga sudah beberapa kali mancing di Kali Serang sekitar Kemusu, Boyolali yang akhirnya tenggelam oleh limpahan air waduk. Waduk terluas kelima di Jawa ini dibangun penuh kontroversi (karena pembayaran tanah yang tidak dapat diterima nilainya oleh sebagian warga yang tanahnya ditenggelamkan oleh air waduk) meliputi 3 daerah tingkat II, yaitu Kabupaten Grobogan, Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Sragen.

Beberapa Spot
Banyak sekali spot-spot pancingan tetapi saya mempunyai catatan berdasarkan pengalaman mancing yaitu bila hendak mencari ikan karper berukuran jumbo biasanya di sekitar Bulu (masuk Kec Juwangi, Boyolali) atau dari Dam pintu air keluar air belok kea rah barat, daerahnya masih berupa hutan dan banyak kera ekor panjang di sekitar daerah ini. Bila hendak mancing Nila dan bader/ tawes hampir semua spot mempunyai peluang yang mirip-mirip. Bila hendak mancing ikan betutu dan gabus maka carilah lokasi yang pinggir waduk yang banyak carang/ kayu mati atau tanaman air. Bila target anda ikan red devil, maka semua spot juga sama-sama menjanjikan dan bila target anda ikan zebra (ikan hias), maka carilah di sekitar spot Pendem dan Duwet di Sumberlawang Sragen.

Kedung Ombo, gudang ikan hias
Mengapa saya sebut sebagai State of ornamental fish, karena di waduk ini ada beberapa ikan hias yang berkembang pesat seperti ikan red devil (Amphilophus citrinellus) atau ikan zebra ( Archocentrus nigrofasciatum) dan ikan Titik lima (Hemichromis sp) dan saya yakin akan ada lagi ikan hias lain karena banyak yang diusahakan sebagai karamba ikan hias.

Bersama adik ipar saya yang seorang dokter , Purwanto namanya , kami berdua minggu 12/juli/09 naik mobil menuju kedung ombo untuk mencari ikan hias jenis titik lima yang rencananya akan disebar di kolam yang baru seminggu dibuatnya. Ikan yang menurut saya sebagi ikan mikropredator ini memang buas, Cuma karena besarnya paling banter 12 cm, maka hanya anak ikan lain yang sering dikejar-kejarnya. Ini yang jadi masalah !!!, karena pasti akan mengejar anak-anak ikan lain termasuk bader/tawes dan ikan putihan lainnya, ikan local kita… waduh introduksi ikan di waduk memang bikin habis ikan asli kita !


GB.1. Beberapa Mania Sebelum menyeberang ke spot
Gb.2. spot Pendem, tempat menyeberang ke manapun anda pergi

Gb. 3. Larangan Ngebom dan apotas serta jaring yang kecil di Pendem

Gb.4. Parkir mobil dan motor sebelum nyeberang

Gb.5. Beli umpan dulu di samping pasar Sapi, Sragen
Gb6. Banyak Karamba di Kedung Ombo
Gb.7. Kedung ombo... waduk yang luas
Gb.8. spot Pendem
Gb.9. Jalan setapak ke spot pancingan
Gb.10. Perahu yang digunakan untuk mengantarkan pemancing PP hanya Rp 6000

Gb.11. Ikan titik lima
Gb.12. Ikan titik lima jantan hanya sepanjang tutup lensa
Gb.13. Ikan nila merah yang berhasil saya close up di pinggir waduk
Gb.14 Nelayan jala di Kedung Ombo
Gb.15. Aku dapat ikan Sili (ikan tilan)
Gb.16. sosok ikan sili
Gb.17. Perahu sudah datang menjemput
Gb.18 Perahu berisi makanan (warung berjalan) pasti mendatangi pemancing






Kamis, 09 Juli 2009

Waduk GAJAH MUNGKUR
Hak Cipta @2009 Eko Budi Kuncoro

Setelah mencontreng tanggal 8 Juli 2009 kemarin saya cabut dari rumah sekitar jam 10 siang menuju waduk Gajah Mungkur di Wonogiri untuk menunaikan hajat mancing dengan target ikan lukas (ikan putihan) dari suku Cyprinidae. Bahasa latinnya ikan Leptobarbus sp, masih saudaranya ikan jelawat (Leptobarbus hoeveni). ikan putihan ini dapat tumbuh sampai 40 cm tetapi ikan ayang sering terpancing sekitar 20-25 cm. ikan ini sering bercampur dengan ikan tawes dan ikan nilem. ikan lukas bisa dipancing dengan umpan pelet dicampur terasi. saat musim iikan lukas, dalam sehari bisa mendapatkan 2-3 kg atau setengah karamba berukuran sedang...kalau lagi apes ya cuma 2-3 ekor yang naik. apalagi kalau pas angin sedang besar-besarnya, maka kita hanya dapat menaikkan ikan bader kici-kici.

Lokasinya di spot Cakaran atau setelah lokasi wisata waduk, dari jalan raya Solo-Praci belok kiri sekitar 5 menit naik motor. Tanya orang di sekitar waduk hampir semua tahu arah dan spotnya..kecuali orang pendatang, tentu..

Mancing disini kalau lagi beruntung dapat menaikkan ikan Sogo (baung) 1-5 kg dan jambal (Patin) 1-10 kg, atau paling tidak sesekali ikan palung/hampala ukuran 1-2 kg kadang suka memakan ikan bader atau lukas yang kita dapat. Prospek mancing yang paling baik adalah mancing malam hari, kalau ingin dapat ikan yang berukuran besar-besar.




Gb.1. Gapura pintu masuk Wonogiri, setelah Jembatan Nguter

Gb.2. jalan masuk ke spot Cakaran

Gb.3. Panorama waduk dari jalan raya Solo-Praci

Gb.4. Panorama Waduk dari jalan Raya


Gb.5.Salah satu Spot Cakaran

Gb.6. panasnya bukan main ! harus pakai payung, friends
7. Saya setel 6 pancing saja, jangan banyak-banyak .he.he.he
Gb8. Asyik mancing bareng-bareng teman
Gb.9. Kayak Pasar kaget ya?

Gb.10. Spot paling sepi yang di dekat pohon...sampai ikannya juga sepi..

Gb.11. Mbah Sastro ikut mancing
Gb12. Dunia hanya milikku !!
Gb13. Situasi yang membuat kangen ingin mancing di sini !

Gb14. Airnya biru karena pantulan sinar matahari

Gb.15. Dapet ikan belum mbah ?

Gb.16. Inilah sosok ikan lukas (kayak nama orang aja.he.he.he)



Sabtu, 27 Juni 2009

Ular makan Kodok
Hak Cipta @ Eko Budi KUncoro

Bagi pemancing yang suka keluyuran di sungai, rawa dan danau pasti sesekali pernah melihat katak dimakan ular. gambar di bawah ini adalah saat saya sedang mancing di Sungai Jali, Purworejo. saat saya sedang asyik mancing tiba-tiba melihat suara katak mencicit... ternyata sedang disantap ular, maka saya tembak keduanya dengan Nikon D-40 hasilnya seperti di bawah ini.



Rabu, 24 Juni 2009


Survey dan eksplorasi spot sungai :
Sungai Tuntang di Kedung Jati, Kabupaten Grobogan, Jateng.

Hak Cipta @ Eko Budi Kuncoro


Mancing sungai merupakan petualangan yang mengasyikan, terutama pencarian spot baru . Daerah terpencil jauh dari kota adalah spot yang paling menjanjikan, karena tentu jauh dari penyetruman dan penggunaan obat apotas untuk meracun kehidupan sungai.

Terinspirasi dari cerita para mania senior sungai yang pernah mengatakan ikan di sungai Tuntang berukuran besar-besar terutama ikan putihan (tawes dan bader) yang rata-rata seukuran sandal jepit up. Sungai tuntang adalah sungai yang berasal dari Rawa Pening di Salatiga, kemudian mengalir ke Salatiga, Grobogan dan bermuara di Demak. Lebar sungai sekitar 50 sampai 100 meter.


Lokasi kedung Jati, arah timur laut sekitar 30 km dari kota Salatiga

Untuk mengetahui situasi sungai Tuntang, saya melakukan survey pendahuluan termasuk bertanya kepada penduduk yang berdiam di sekitar sungai tentang jenis ikan, pemancing , umpan , musim ikan dll. Spot yang menjadi tujuan adalah di Kedung Jati, Grobogan. Karena di spot ini situasinya jauh dari pemukiman dan memang hanya hutan jati saja di kiri-kanan sungai.

Perjalanan seorang diri saya mulai dari Solo, kemudian ke kota Simo-Klego-Karanggede-Wonosegoro-Repaking-Kedung Jati. Butuh waktu sekitar 3 jam sampai di KedungJati, karena jalan dari Wonosegoro sampai KedungJati berupa jalan aspal yang hancur…..saya ngeri juga kalau macet atau kemalaman di jalan ini, karena sekitar 30 km adalah hutan Jati, sepi dan jalan rusak berat…wah di Jawa saja masih ada jalan seperti ini….



Gb.2. Jalan halus cuma 20%...
Gb.3. Beginilah rata-rata jalan di Wonosegoro
Gb.4. Waduk Bade di lihat dari jalan Klego-Karanggede


Selama perjalanan terlihat 2 sungai yang mensuplai air ke waduk Kedung Ombo di perbatasan Sragen, Cuma saya tidak tahu nama sungainya.


Gb. 5 dan 6. Hulu sungai yang mensuplai air ke waduk Kedung Ombo.

Jalan rusak terparah adalah di Repaking, masuk wilayah Wonosegoro (Wono ; hutan, dan segoro ; laut, jadi lautan hutan adalah nama yang pas. Sepengetahuan saya di Jawa Tengah wilayah yang paling terpencil dengan luas wilayah yang paling luas ya di Repaking ini. Jadi mungkin karena terpencilnya, sehingga pembangunan jalan juga buat apa?... mungkin begitu cara berfikirnya ?...








Gb.7-16. sungai tuntang di spot KedungJati




Gb.18-19. Buah Lo, makanan kesukaan ikan patin sungai

Intinya, saat ada waktu yang pas, saya bersama tim KPK (kumpulan pemancing kali) dari Solo akan memancing di kedung Jati…ada yang mau ikut ndak ?.. seting alat pancing dengan piranti ringan untuk ikan putihan (suku cyprinidae).

Jumat, 19 Juni 2009

_____________________________________________________
Ikan Lika

Monster pemakan bangkai Manusia

Ikan lika atau Bagarius yarelli adalah ikan air tawar yang banyak terdapat di India, Srilangka, Nepal, Thailand, Malaysia dan Sumatra serta Kalimantan. Ikan ini sering memakan abu manusia yang dibakar dan dihanyutkan ke sungai di INdia dan Nepal. di Indonesia mungkin jarang yang berukuran besar, tetapi di 2 negara ini bisa mencapai panjang 2 meter.






Ikan Lika yang tertangkap di India

_______________________________________________________________________

Rabu, 17 Juni 2009

Review Mancing Laut :
Trip ke Spot Alas Tuo, Pantai Jepara
Hak Cipta @ Eko Budi Kuncoro

Setelah tgl 21 mei 2009 kemarin saya mancing fun fishing bareng teman2 kantornya pak Widodo ke pantai Jepara, 10 hari kemudian yaitu minggu tgl 31 Mei 2009 , saya diajak lagi mancing ke pantai Jepara oleh tim Pemalas. Tetapi trip ini ke spot yang lebih jauh lagi yaitu sekitar 3-4 jam perjalanan ke utara atau setengah perjalanan ke pulau Karimunjawa. Sebenarnya saya malas ikut, karena ikan pantai utara memang kici-kici tak da yang besar nih !.... tetapi karena demi tim ya sudah ikut deh…

Berangkat dari Solo jam 9 malam dengan bantuan Daihatsu Xenia dan Mitsubishi Lancer plus 8 pemancing akhirnya sampai di Kudus sekitar jam 12 malam dan istirahat di pabrik tekstil Sari Warna di Kudus. Di Pabrik yang baru saja diakuisisi Sriteks Solo ini kami bertemu dengan Koh Ising, anggota Pemalas yang termasuk Bos di pabrik ini sehingga kami bisa istirahat di Mess yang biasa digunakan untuk tamu.

Tiba di pabrik Sari Warna Kudus

Pukul 2 malam, kami mulai bergerak menuju pantai Kedung (perbatasan Demak dan Jepara) untuk membeli udang hidup yang harganya separo dari harga udang di sekitar pantai Kartini Jepara.


Antok, Sen-Sen dan Om Yan asyik “acak-adul” udang dari nelayan

Sampai di Pantai Kartini sekitar pukul 3 pagi dan langsung masuk ke kapal yang bermesin ganda dengan dimensi sekitar 5 x 15 meter. Perahu yang terasa lapang bagi kami ber-10 ditambah seorang nahkoda dan 1 awak. Sewa kapal sekitar 750 ribu / hari dan biasa digunakan juga untuk berwisata atau dicarter ke pulau Karimunjawa.



Siap-siap menuju kapal di pantai Kartini

Sekitar 3 jam perjalanan atau jam 6 pagi kami akhirnya sampai di spot Alas Tuo , yaitu gugusan karang yang berkedalaman sekitar 40 meter, seperti tampak pada fishfinder kami. Begitu sampai, awak kapal langsung melempar pelampung untuk penanda dan bendera untuk mengetahui arah angin. Dari sini kita bisa memposisikan kapal (lego jangkar) dibelakang arah angin sehingga posisi umpan yang dilempar tepat di spot yang diharapkan.




Posisi beberapa pemancing di kapal

Posisi spot di Fishfinder

Tetapi baru beberapa menit, mulai datang ombak yang besar dengan ketinggian sampai 2 meter sehingga banyak mania yang mabuk laut, sehingga obat anti mabuk laris manis bak kacang goreng. Selang beberapa saat setelah minum obat anti mabuk, maka kembali para pemancing sibuk mempersiapkan peralatan mancing. Spot alas tuo adalah sebutan bagi para nelayan Jepara terhadap guusan karang, saya tidak tahu mengapa disebut demikian, karena jelas-jelas ini adalah lautan, bukan alas (hutan) yang tua.

Beberapa saat kemudian Ridwan strike ikan jenaha sekiloan, disusul Dr Syamsu juga menaikkan ikan jenaha sekiloan. Situasi menjadi rame karena beberapa teman juga strike ikan-ikan jenaha. Kedalaman sekitar 40 meter ternyata sudah membuat ikan ikan dasar ini mengalami barotrauma berupa keluarnya gelembung renang setelah naik ke daratan.

Ridwan strike ikan jenaha

Ikan jenaha yang mengalami barotraumas




Beberapa perolehan ikan-ikan alas tuo

Setelah dirasa cukup sepi dari sambaran, maka kami memutuskan pindah lokasi ke berbagai spot termasuk ke dekat bagan, di dekat pulau panjang dan spot dekat PLTU. Sekitar jam 4 sore kami memutuskan kembali setelah hanya mampu mengisi separuh cool box sterofoam.


Persiapan pulang di pantai Kartini, Jepara

Tim Pemalas : Dari kiri ke belakang : Saya, Sen-sen, Wahyu, Mada, Om Yan,
dari kiri depan : Ridwan, Koh Ising, Dr Syamsu, Budi

Senin, 15 Juni 2009

Review Rock-Fishing
Trip Pantai Srau, Pacitan, Jawa Timur.


Hak Cipta @ Eko Budi Kuncoro


Tepat pukul 10 pagi, kami anggota tim PEMALAS (Penggemar Mancing Laut Surakarta) yang terdiri dari saya, Anto, Sen-Sen, Widodo, Ridwan dan dokter bedah senior, Dr Syamsu berangkat dari rumah saya yang menjadi markas tim menuju ke pantai Srau di Pacitan. Perjalanan dengan menggunakan 2 mobil ini memakan waktu sekitar 3 jam tetapi sampai di rumah pak Suger (pemandu mancing) sekitar jam 2 siang, karena kami harus makan siang dan menambal ban cadangan karena sebelum dipakai ada yang bocor ban mobilnya.














Gb.1. Tiba di rumah Pak Suger, Guide mancing di Srau


Hot Spot Pantai Srau

Pantai Srau dapat dicapai mulai dari jalan raya Solo-Pacitan, kemudian sekitar 25 km sebelum kota pacitan, maka mobil belok ke kiri sejauh 25 km atau 30 menit perjalanan naik mobil. Total sekitar 3 jam perjalanan dari Solo dengan jalan sebagian mulus sebagian rusak.
Pantai ini merupakan kombinasi tanjung atau daratan yang menjorok ke laut, dan sebelah sebelah kiri kanannya adalah pantai pasir. Pantai ini dikenal sebagai objek wisata termasuk untuk surfing para wisatawan asing. Pasirnya yang putih menjadikan objek ini menjadi ramai oleh para wisatawan. Sebagai arena mancing karang atau rockfishing, pantai Srau sudah sangat dikenal para mania baik di Solo, Yogya, maupun Pacitan sendiri. Terdapat 4 pulau kecil yang terletak di selatan pantai. Hampir semua bagian tebing menjadi incaran para mania mancing.
Lokasi yang akan dipakai untuk mancing tim pemalas adalah bagian luar berhadapan dengan 3 pulau, seperti terlihat pada peta satelit berikut ini :












Gb.2. Peta satelit spot singkil









































Gb.3-6. lokasi mancing di Srau

Terdapat banyak jenis ikan yang dapat ditarik ke atas tebing diantaranya ikan kampur (Blubberlip snaper) Lutjanus rivulatus, kakap merah, panjo, layur, biji nangka, barakuda, GT atau (pok-an orang Srau menyebutnya), tenggiri dll. Dari foto-foto yang terpampang di rumah pak Suger , pemandu mancing yang bersama kami saat itu, maka kebanyakan ikan kampur dan kakap merah yang terpancing dengan berat sekitar 5-15 kg. Sesekali ikan GT ukuran 10an kg. Rekor terberat ikan yang pernah terpancing karangan adalah ikan pari sekitar 35 kg.
Ketinggian tebing pantai terhadap permukaan air laut berkisar 5-30 meter, sedangkan kedalaman air berkisar 5-20 meter. Spot singkil adalah lokasi yang hendak kami jadikan area mancing mempunyai ketinggian sekitar 7 meter, sedangkan kedalaman air sekitar 15 meter.

Hanya jalan 15 menit !
Sudah sama-sama dipahami, bahwa mancing karangan biasanya membutuhkan fisik yang kuat karena jalannya biasanya naik turun bukit sehingga menghabiskan banyak energi. Tetapi di Srau, kita hanya butuh waktu 15 menit atau sekitar setengah kilometer jarak antara parkiran dengan lokasi mancing. Jangan dibandingkan dengan lokasi seperti di Mahbang, Dengkeng, Sinden atau Ngrenean di Yogyakarta, karena rata-rata jalannya lebih dari 1 jam dan bisa menghabiskan banyak energi.




Gb.7.



Gb.8.



Gb.9.



Gb 10.



Gb.11.



Gb.12.



Gb. 13.

Gb.7-13. Perjalanan dari rumah guide ke lokasi Hot spot di singkil.



Gb.14. Pak Suger, Pemandu mancing yang membawakan barang kami.


Jam 4 sore, kami berenam mulai melempar umpan sesetan berupa ikan kembung dan tongkol untuk menarik ikan-ikan kecil baik dengan pelampung atau mancing dasar. Sekitar setengah jam duduk dipinggir pantai tiba-tiba hujan deras menerpa sekitar pantai. Kamipun berhimpit-himpitan didalam tenda darurat yang dibuat sebelumnya. Menjelang Magrib, hujan reda dan hanya menyisakan gerimis kecil, rintik-rintik yang tidak menyurutkan kami untuk keluar dan kembali pada posisi semula bertengger di tebing untuk menanti umpan dimakan. Biasanya sehabis hujan ikan justru menjadi lebih bersemangat memakan umpan.
Sampai jam 7 malam hanya 2 ikan kecil yang dapat dinaikkan yaitu ikan biji nangka oleh Ridwan dan ikan kerapu oleh Dr Syamsu, tetapi ukuranya tidak layak foto karena hanya setelapak tangan atau kurang dari sekilo. Dr syamsu beberapa kali strike ikan besar tatapi tidak dapat hook up dengan sempurna sehingga ikan berhasil lolos. Tepat jam 7 malam, Pak Suger datang membawakan makanan untuk santap malam. Tanpa dikomando kami menyerbu markas berupa tenda darurat dan melahap semua hidangan sederhana buatan istrinya pak Suger. Enaknya bukan main..begitulah kalau orang sudah lapar…
Sehabis makan bersama, kami kembali ke posisi semula dan sekitar jam 19.49, terjadi strike di joran Sensen terbukti suara drag reel Cando 10.000 berbunyi keras. Tidak kurang dari 5 menit ikan sudah berhasil dinaikkan di permukaan air. Pak Suger dan Ridwan membantu menjangkar ikan, dan hanya butuh waktu 5 menit ikan dapat dijangkar ke darat. Setelah ditimbang berat ikan kampur perolehan Sensen ini sekitar 8 kg.





Gb. 15. Sen-sen berhasil menaikkan ikan Kampur seberat 8 kg lebih dikit


Dalam hitungan menit, kemudian naik pula lobster setengah kiloan oleh Ridwan. Lobster ini naik setelah memakan umpan berupa sesetan kecil daging tongkol. Mulai jam 11 malam terlihat ombak semakin besar dan pak suger bilang ini namanya ombak kasar, sehingga sulit untuk mendapatkan ikan. Akhirnya kami sebagian besar tidur di tenda sambil menunggu ombak menjadi lebih halus.
Hanya Dokter Syamsu, saya dan Sensen yang berjaga di depan joran masing-masing. Saat itu mulai banyak terlihat kutu laut atau penduduk sini menyebutnya semut laut. Apapun namanya ini adalah sejenis tungau laut atau kelompok arthropoda yang membuat umpan dasar pasti habis dagingnya dikerubuti hanya dalam hitungan menit. Sehingga lebih membuat kesal para pemancing karena tentu kami lebih sering mengganti umpan utuh.
Dari sore sampai pagi umpan yang saya pasang hanya habis dimakan kutu laut ini. Apalagi sepertinya struktur dasar di depan saya nongkrong adalah pasir, terbukti tidak ada kasus umpan dasaran tersangkut. Hal ini berarti saya mancing bukan di koloni ikan atau struktur karang. Sebenarnya saya mau pindah tempat, tetapi saya lebih memilih factor keselamatan. Karena sangat fatal mancing di tebing karang berpindah-pindah di malam hari. Saya pernah mempunyai pengalaman buruk rockfishing di Sundak, Gunung Kidul , Yogyakarta dimana saat pindah, salah satu kaki saya masuk di lubang sedalam 1 meter, sehingga lecet-lecet kaki saya. Saya tidak mau terantuk dua kali.
Sampai pagi menjelang, tidak ada tambahan berarti kecuali ikan-ikan kecil kurang dari satu kilo. Menjelang pagi, kami main lagi dengan umpan sesetan karena ikan –ikan besar tentu sudah tidak mau lagi memakan umpan utuh kami. Kejadian yang kurang mengenakkan terjadi karena pancing Ridwan termasuk joran, reel, senar dan tentu ikan besar, karena berhasil menariknya masuk ke laut. Setelah sekian lama dijangkar dan dibantu pak Suger tetap saja joran beserta peralatannya belum juga ketemu. Hal ini tentu menjadi pelajaran bagi kami, karena begitu under estimate atau meremehkan kemampuan ikan , buktinya ikan mampu menarik jatuh joran yang ditaruh sembarangan di bibir pantai. Sebaiknya memang joran ditali dengan bebatuan tebing sehingga saat jatuh masih ada tali pengamannya.
Sampai jam 12 siang sudah tidak ada lagi ikan yang dapat dinaikkan sehingga kami memutuskan untuk pulang saja. Sebelum pulang kami berfoto bersama di pinggir pantai pasir dengan perolehan ikan kampur 8 kg. Hasil ini sebenarnya kurang memuaskan, tetapi kami berjanji untuk mancing lagi di Pacitan , tidak di Srau tetapi di timur teluk Pacitan karena menurut pak Suger kedalaman air lebih dari 30 meter. Tunggu saja tanggal mainnya.



Gb 19. Ridwan dapat Lobster



Gb.20. Antok Dapat Layur




Review Mancing Sungai
Sungai Serang, Kampung Mujair dan Red Devil di Ngrambat, Kab Grobogan

Hak Cipta @ Eko Budi Kuncoro

Kali serang berhulu sungai di sekitar Tengaran, Boyolali dan bersatu dengan kali Lusi yang berhulu di Blora, akhirnya bermuara di perbatasan Jepara dan Demak adalah salah satu sungai yang sering saya datangi untuk mancing. Sudah sekitar 5 tahun lebih saya tidak mancing di kali Serang , spotnya disekitar desa Ngrambat, Kecamatan Geyer, Kabupaten Grobogan.

Gb.1. Lokasi Sungai Serang di desa Ngrambat (Google.earth.com)

Minggu tanggal 12 Juni 2009 jam 6 pagi dengan ditemani Suzuki Trail TS125 (hasil sukses minjam….) saya kebut sampai tiba di Sumber Lawang, sekitar jam 7 pagi dan berhenti di pasar Sumber Lawang untuk mengisi BBM berupa nasi pecel dan teh panas… wah nikmatnya di pagi yang cerah ini…













Gb.2. Toko pancing samping warung makan Sumber Lawang, banyak mania berdatangan dari berbagai daerah.

Acara selanjutnya menuju desa Ngrambat, berupa jalan halus antara Sumber Lawang sampai obyek wisata Kedung Ombo, selanjutnya sampai pintu masuk jalan desa, dan seterusnya adalah jalan tanah berbatu sehingga bila tidak punya hobi berat mancing, tentu akan berpikir 1000 kali untuk kembali. Jalan menuju pemancingan memang naik turun perbukitan dan sangat cocok untuk off road seperti sepeda motor trail dan hardtop. Saya pernah naik motor bebek..wah langsung bocor ban belakang, sayang pembangunan jalan di daerah terpencil pun masih belum sempurna, apalagi kalau musim hujan….













Gb.3. Jalan desa Ngrambat di pagi Hari













Gb.4. Kali Serang di lihat dari bukit dekat waduk Kedung Ombo.












Gb.5. Kali Serang dilihat dari kanal gelontoran waduk Kedung Ombo.















Gb.6. Kali Serang dilihat dari Bukit Karang Sono














Gb.7. Kali Serang dilihat dari Dam Sidorejo













Gb.8. Tanaman air Kabomba (Cabomba sp), melimpah ruah disini (padahal
kalau sudah di taruh di akuarium dijual Rp 3000 /ikat)














Gb.9. Ikan Wader Pari (Puntius bramoides) seperti cendol di sungai ini.



Sekitar jam 10 pagi saya sudah nimbrung, ikutan mancing ngobok (istilah mancing sambil separuh badan terendam air) dengan target ikan Nila dan Mujair yang banyak berdiam diantara ganggang air, tanaman air jenis kabomba, enceng gondok dan teratai.















Gb.10. Siap-siap nyemplung ke air













Gb.11. Dengan joran pecut (pole rod) 5 meter…














Gb. 12. dingin…














Gb. 13. dingin…














Gb. 14. adem…













Gb. 15. wuih akhirnya panas juga…pake helm ..ah..


Sekitar jam 12 siang saya hanya dapat 3 ekor ikan nila 5 jarian…memang tidak seimbang dengan panas yang menimpa…separuh tubuh bawah memang dingin…tetapi bagian atas wuih… panasnya bukan main…. Usia menjelang 40an memang sudah kedodoran dibanding mania lain yang masih usia 20an.. ampun deh menyerah sama sengatan matahari….

Akhirnya sekitar jam satu siang saya pindah di sungai bawah Dam yang lebih dekat dengan pohon (lokasi yang paling saya sukai karena kalau panas bisa ngaso dulu…). Disini, terlihat banyak mania berkumpul dan sepertinya panen ikan red devil, tawes dan nila. Memang benar sungai Serang di Ngrambat adalah kampung ikan red devil, tawes dan mujair.













Gb.16. Sungai Serang di bawah Dam Sidorejo













Gb.17. Rame-rame mancing di bawah Dam Sidorejo













Gb.18. Wuih.. sorry.. ya.. Dik, hampir kena kepala ngangkat ikannya !













Gb.19. Hasil mancing di bawah Dam Sidorejo : si Red Devil dan tawes


Petualangan mancing di alam memang menarik dan mengasikkan, bukan perolehan memang yang menjadi ukuran keberhasilan, tetapi bila pencerahan batin sudah terpenuhi, maka kepenatan akan hilang dan diganti dengan suasana fresh , seperti HP yang sudah penuh di charge….

Rabu, 10 Juni 2009

The Jewel of the Indonesian River
(Mutiara dari sungai Indonesia, bagian 2)
Oleh : Eko Budi Kuncoro


1. Patin Bangkok,
Pangasianodon hypopthalmus, ukuran maksimal : 1,5 meter
Nama lain : Jambal siam
Distribusi : Citarum (Jabar) dan Batang Hari (Sumatra)















2.Patin Langu 1
Helichopagus typus, Ukuran maksimal : 60 cm
Distribusi : Musi, Batanghari, Kapuas, Mahakam












3. Patin Langu 2
Helicophagus waandersii, Ukuran Maksimal : 80 cm
Distribusi : Kampar, Batanghari, Musi, Tulang Bawang












4. Patin Kapuas
Pangasius macronema, Ukuran Maksimal : 20 cm
Distribusi : Kapuas













5. Patin Juaro
Pangasius micronema, Ukuran Maksimal : 60 cm
Distribusi : Bengawan Solo (Ikan wagal) dan Brantas (Ikan jendil), Sumatra : Rokan, Kampar, Kuantan, BatangHari, Musi, Tulang Bawang (ikan lais/ juaro), Kapuas dan Barito (Ikan riu) dan di Mahakam (Ikan Lancang)



6. Patin Lawang
Pangasius polyuranodon, Ukuran Maksimal : 80 cm
Distribusi : Barito (ikan Lawang), Mahakam (ikan lancang balu), Kapuas dan Katingan (ikan Juaro), Sumatra : Rokan, Kampar, Kuantan, BatangHari, Musi, Tulang Bawang (ikan Juaro)






7. Patin Tumau
Pangasius rheophilus, Ukuran Maksimal : 75 cm
Distribusi : sungai Kayan, kaltim














8. Patin Jambal
Pangasius djambal, Ukuran Maksimal : 1 meter
Distribusi : Bengawan Solo (jambal lokal), Barito dan Kahayan : Patin Kapas, Sumatra : Rokan, Kampar, Kuantan, BatangHari, Musi, Tulang Bawang : patin jambal, patin local.









9. Patin tikus
Pangasius nasutus, Ukuran maksimal : 1 meter
Distribusi : Sumatra : Rokan, Kampar, Kuantan, BatangHari, Musi, Tulang Bawang (patin local), sungai barito (patin tikus), Kapuas (ikan benga)



10. Patin Kunyit
Pangasius kunyit, Ukuran Maksimal : 1,2 meter
Distribusi : Muara-muara sungai di Kapuas, mahakam, barito, kahayan dan Musi, batanghari dan Kampar.

Rabu, 27 Mei 2009

Family Trip di Laut Jepara
by ; Eko “EBE” Budi Kuncoro

Dari perbincangan beberapa anggota tim Pemalas (Penggemar Mancing Laut Surakarta) sering terlontar beberapa keinginan untuk membawa serta anak-anak mereka dalam kegiatan mancing di Laut. Hal ini dilakukan untuk mengenalkan kegiatan memancing pada anak-anak dan tentu hasilnya bisa memberikan masukan bagi ibu mereka bahwa kegiatan ini menyenangkan. Hasil akhirnya tentu adalah kemudahan atau SIM (surat ijin mancing) dari para Istri yang lebih mudah didapatkan bila hendak mancing.

Tetapi sering terlontar pula beberapa pertanyaan seperti mampukah anak seusia 6 th ?, atau usia berapakah anak-anak dapat diajak ke laut?, mabukkah anakku nanti di laut?, bagaimana tidurnya ? rewelkah di laut ? atau pertanyaan lain yang kira-kira sama dengan semua pertanyaan para orang tua yang hobi memancing.
Cerita bermula dari pembicaraan Widodo (ketua Pemalas) dengan beberapa rekan untuk melakukan family fishing ke laut Jepara. “lautnya tidak begitu besar ombaknya, sehingga dapat membawa pula anak-anak,” demikian katanya”. Memang laut utara pulau Jawa tidak seganas laut Selatan dalam hal besarnya ombak dan arus air, sehingga kita bisa mancing sambil membawa serta anak-anak ke sana.

Tepat jam 9 malam, Widodo bersama Didik dan anaknya Sinyo (11 th) mampir ke rumah saya untuk memulai acara mancing “bapak-anak”. Saya sebenarnya berkeinginan membawa serta anak-anak, tapi karena perempuan dan baru berusia 5 tahun dan 2 tahun, maka saya urungkan niat itu, mungkin di tahun-tahun berikutnya saja. Selanjutnya kami meluncur ke Kartasura untuk menjemput Oscar yang juga membawa serta anaknya, Fatah (6 th). Dengan 2 mobil, dan 7 pemancing malam itu kami berangkat ke Jepara melewati Semarang.

Banyak Ikan “Remukan”
Sekitar 4 jam kemudian kami tiba di Jepara, selanjutnya meluncur di TPI Jepara untuk membeli umpan berupa cumi-cumi , karena selain udang hidup yang sudah disediakan oleh kru kapal, kami mencoba peruntungan dengan umpan cumi-cumi. Tempat Pelelangan Ikan ini ternyata sudah ramai dengan nelayan yang lalu-lalang menurunkan ikan hasil tangkapan dari kapal ke dermaga TPI.

Melihat banyaknya ikan di TPI, saya optimis bakal dapat banyak ikan hari ini, karena ada tidaknya ikan dapat dilihat di TPI setempat. Tetapi , Widodo sempat berguman,” lho kok yang banyak ikan remukan?!”. Ikan remukan adalah ikan yang hanya berukuran kecil-kecil, sekitar setelapak tangan. Saya menjawab, “lho ikan di pantura memang relatif kecil-kecil dibanding ikan di laut selatan’. “Ini tentu pas untuk kekuatan tangannya Sinyo sama Fatah. “. Kami semua tertawa.














Gb.1. Banyak Ikan “Remukan” di TPI Jepara

Jam 2 malam, kami sudah tiba di pantai Kartini, pantai wisata yang banyak dikunjungi para plesiran. Sambil menunggu pagi, karena acara mancing dimulai sekitar pukul 5 pagi, kami parkirkan mobil dekat dengan patung Kura-kura raksasa. Dengan tiduran di mobil dan di emperan papan catur raksasa (papan catur berukuran sekitar 10 x 10 meter) kami menunggu pagi tiba dengan bersenda gurau bersama anak-anak. Sebagai catatan tempat ini memang lokasi rekreasi keluarga, sehingga bila anda belum pernah ke sini, maka saya sarankan untuk singgah di pantai Kartini sambil membawa serta keluarga.













Gb.2. Istirahat di Papan Catur Raksasa

Jam 5.30 pagi, kami berkemas naik perahu yang berukuran sekitar 2,5 x 10 meter. Perahu ini biasanya muat sampai 20 orang untuk bertamasya berkeliling pantai Kartini, tetapi untuk mancing memang sebaiknya hanya 5-7 orang, lebih dari itu tentu kurang nyaman dan bisa terbalik perahunya, karena overload. Perahu ini hanya bisa berjalan pelan, sebagai gambaran untuk menuju ke pulau Karimunjawa dibutuhkan waktu sekitar 9-10 jam, sedangkan kapal ferry yang mengangkut penumpang dari Jepara ke Karimunjawa sekitar 6 jam.













Gb.3. Bersiap Menuju Kapal


Mancing di Karang Bokor
Kami memang tidak membawa GPS dan fishfinder karena memang hanya fun bersama anak-anak, sehingga menyerahkan sepenuhnya lokasi pancingan kepada pemandu mancing setempat. Kesempatan pertama, kapal menuju karang Bokor, sekitar ¾ jam perjalanan dari pantai Kartini. Setelah sampai dan awak kapal melempar jangkar kami bersemangat untuk melempar umpan udang hidup, dengan cara mancing dasar, teknik yang paling mudah untuk anak-anak. Semua sibuk mempersiapkan peralatan termasuk mengarahkan anak-anaknya masing-masing dalam melempar umpan ke laut.
Pada kesempatan pertama, Nyo-nyo strike ikan kerapu ukuran sekitar 20 cm tanpa kesulitan. Bocah ini sudah biasa memancing di kolam, karena memang Didik, ayahnya memiliki usaha kolam pemancingan di Mojosongo, Solo. Berikutnya hampir semua ikut merasakan tarikan ikan “remukan” berupa ikan-ikan kerapu kecil. Rekor di karang bokor hanya seberat ½ kg saja, wah bener-bener ikan “remukan” seperti kata pak Widodo.













Gb. 4. Fatah dan Sinyo in Action














Gb.5. Situasi mancing di Kapal

Diantara mancing dasar, saya mencoba kasting dengan umpan spoon kecil panjang 5 cm berwarna merah putih, tetapi tanpa sambaran sama sekali. Memang kedalaman laut yang hanya 4-5 meter tentu bukan rumah yang nyaman bagi ikan-ikan besar, walaupun ini merupakan struktur karang dengan bukti beberapa mata kail sering tersangkut dan putus.

Mancing di samping Bagan
Sekitar 2 jam mancing, akhirnya sepi tidak ada lagi tarikan, sehingga kami memutuskan untuk pindah dan menginginkan tempat yang dalam. Akhirnya kami dibawa di sebuah bagan yang kosong dan tali jangkar ditali di tiang bagan, sehingga kami dapat memancing di samping bagan. Kedalaman air sekitar 10 meter, yang tentu bagi pemancing seperti saya ini adalah tempat yang dangkal, bila dibanding kedalaman laut selatan yang berkisar 70 meter untuk daerah yang dangkal. Di pantai Jepara ini banyak dijumpai bagan bambu, semacam alat tangkap ikan berupa jaring angkat, jumlahnya sangat banyak sampai sulit menghitungnya. Hal inilah yang mengindikasikan bahwa memang di sekitar pantai Jepara adalah daerah yang dangkal, karena bagan memang hanya dipasang di laut yang berkedalaman 5-10 meter.
Tetapi sebagai kejutan naik ikan kerapu tutul yang tidak termasuk ikan “remukan” oleh Fatah, bocah yang masih terlihat manja sama Oscar, Ayahnya. Beberapa kali diajak mancing di waduk, Fatah ternyata sudah belajar merasakan kedutan joran dan refleknya ternyata mulai terbentuk, tanda sebagai pemancing kawakan di masa depan. Cuma saja namanya anak-anak, kalo menali, memasang umpan, melepas mata kail di mulut ikan dan saat kail tersangkut di dasar laut pasti saja yang sibuk adalah pakde, sebutan untuk Widodo.














Gb.6. Fatah dapat kerapu ½ kg
















Gb.7. Saya di belakang bagan


Mancing di Pulau Panjang
Sekitar 1 jam mancing di samping bagan ternyata juga tidak banyak yang naik keculi ikan-ikan kecil ekor kuning dan kerapu. Selanjutnya perahu pindah lagi di sekitar utara pulau Panjang. Terlihat dengan jelas di pulau Panjang banyak tanaman bakau dan bangau putih yang bertengger di atas pohon. Menurut pemandu mancing, di pulau ini banyak biawak dan hanya terdapat rumah penjaga mercusuar. Saat kami sedang memancing banyak terlihat wisatawan yang berada di pulau karena memang dijadikan sebagai tempat wisata.
Sekitar jam 1 siang kami berada di sekitar pulau panjang dan digunakan untuk makan siang. Sinyo mulai kelihatan sebagai pemancing andalan masa depan, karena memang paling banyak menaikkan ikan-ikan kerapu 2-3 jarian. Para mania senior sebenarnya sudah pada tidur, tetapi terlihat anak-anak justru baru mulai memanas, buktinya ketika memutuskan untuk pulang tetapi di tolak mentah-mentah oleh mereka. Terpaksa para bapak tidur lagi.














Gb.8. Keluguan seorang bocah














Gb.9. Didik dan Sinyo, Bapak anak hobi mancing.

Jam 3 sore kami memutuskan balik ke pantai dan setelah istirahat dan makan-makan kami langsung pulang ke Solo. Trip berikutnya bila ke Jepara, kami akan menyoba ke rumpon dan spot Alas Tuo, sekitar 4 jam perjalanan, dan ini memang hanya untuk pemancing gede, karena anak-anak tentu terlalu capek bila diajak ke sana. Apapun hasilnya, anak-anak ternyata lebih puas dibanding kami yang gede-gede ! itu memang tujuannya !.

Selasa, 26 Mei 2009

Mutiara-mutiara yang di pendam di sungaiku, Indonesia
By. Eko Budi Kuncoro

Mutiara disini salah satunya adalah ikan-ikan asli Indonesia yang merupakan kekayaan dan titipan dari Tuhan, tetapi titipan ini tidak dijaga dengan baik, sehingga pada saatnya nanti anak cucu kita kelak hanya akan melihat jenis-jenis ikan sungai di buku saja…..karena sebagian besar sudah punah!...

Kita tidak menjaga ikan-ikan asli milik sendiri….tetapi malah mendatangkan ikan asing seperti nila, mujair, bawal, lele dumbo,sapu-sapu, grass karp,… duh !! ikan kita kalah bersaing dengan mereka…….karena kita tidak mencintainya, kita tidak mempunyai watak, karakter dan jiwa yang percaya diri. Kita selalu merasa produk asing lebih baik dari milik kita !
Mutiara-mutiara ini memang dipendam, bukan terpendam, karena kita agak rabun, kurang jelas , bahkan mungkin buta !.



seri 1
Ikan Putihan (karper-karperan)

Sub judul ikan karper-karperan sebenarnya sudah saya tulis di ENSIKLOPEDIA IKAN AIR TAWAR karangan saya sendiri (Penerbit Andi, Yogyakarta), tetapi luput dan tidak sempat dimuat dalam buku tersebut, karena kesalahan teknis, tetapi akan dimuat pada cetakan ke 2 nanti.

Berikut ini adalah sebagian kecil ikan putihan atau ikan dari Family Cyprinidae (suku karper-karperan asli Indonesia). Bentuknya memang mirip-mirip terutama saat masih kecil (ukuran 10-20 cm). Sebenarnya ada sekitar 110 jenis tetapi di bawah ini adalah jenis yang paling umum di temui para pemancing saat mancing di sungai :


1. Barbodes schwanenfeldii
Nama daerahnya : Lempan, salap, lampan, lampam, kafiat, kefiat, tenadak
merah, lempem. Tumbuh sampai 40 cm, rata-rata 20 cm.











2. Barbodes colingwoodi
Nama daerah : hanya, putihan. Tumbuh sekitar 30-40 cm











3. Cychloceilicthys apogon
Nama daerah : Bebras, bambahan, lawak, lalawak, genggehe, redang, bungut
punduk. Tumbuh sampai 40 cm












4. Cychloceilicthys repason
Nama daerah : Puyau, puhing, lawak, lalawak, wader, seren, sakka. Tumbuh
sampai 30 cm












5. Cychloceilicthys enoplos
Nama daerah : Bajang, joli, cakul, wader, wader cakul. Tumbuh sampai 50 cm












6. Cosmochilus falcifer
Nama daerah : puyau, tewaring. Tumbuh sampai 50 cm.











7. Lobocheilos falcifer
Nama daerah : tebulit, lukias, tiam. Tumbuh sampai 40 cm













8. Labeobarbus festivus
Nama daerah : milem. Tumbuh sampai 35 cm.












9. Leptobarbus hoevenii
Nama daerah : Jelawat, ikan lemak, jelaje, jelejer, benyahu. Tumbuh sampai
50 cm.











10. Osteochillus melanopleura
Nama daerah : Aru, arau. Tumbuh hingga 40 cm.












11. Tor Duoronensis
Nama daerah : Garing, semah, kancera, sengkareng, soro, wader, silap,
padak, nyapau, jurung. Tumbuh sampai 1 meter














12. Tor Soro
Nama daerah : Soro, wader, gadis, garing, kelen gadis. Tumbuh sampai 1
meter.













13. Tor Tambra
Nama daerah : Tambra, sengkareng, gegareng, keureuteng. Tumbuh
sampai 1 meter.

















14. Tor Tambroides
Nama daerah : Tambra, nyarem, jurung, tekla, garing, gaji, gadih, ikeun,
kerling. Tumbuh sampai 80 cm.


Jumat, 22 Mei 2009

Jalan-jalan ke JEPARA

By : Eko Budi KUncoro

Sebelum mancing ke Jepara tanggal 21 Mei 2008 kemarin, saya sempatkan merekam berbagai situasi di Jepara:




Situasi di kota Jepara di lihat dari Mobil





Pak Widodo sedang melihat-lihat ikan untuk dibeli sebagai umpan




Kapal-Kapal wisata pantai Kartini yang juga bisa digunakan sebagai kapal mancing



Kura-Kura Raksasa yang didalamnya ada akuarium laut




Berfoto bersama di depan Kura-kura Ninja



Pantai bandengan sekitar 5 km dari pantai Kartini, Jepara




Rawa dekat pantai bandengan yang banyak tumbuh tanaman liar.... yg bila sudah ada di toko tanaman hias di Kota jadi mahal !

Senin, 18 Mei 2009

BEAUTIFUL PAPUA
































Source : Papuaweb.org
Fresh water fishes of Papua

The Freeport Project area holds 80 fish species, grouped into 51 genera and 31 families. It is one of the richest in New Guinea. The fish life is dominated by a relatively few families: catfishes, rainbowfishes, gobies and gudgeons are particularly abundant. During the various surveys by Dr. Allen, four new species were found: a cardinalfish (Glossamia),
a gudgeon (Osyeleostris), plus in 1995, two new blue-eye (Pseudomugil). Tailings depositions have severely impacted the aquatic community, including fishes, prawns, and aquatic insects: but no long term damage is expected by the biologists. The problem according to them in the long-term is the introduction of exotic fishes, a serious threat to the local wild populations. These are recent arrivals, brought in by non-Papuan transmigrants.

The Freeport area falls within the Great Southern Region of New Guinea which extends from the Etna Bay to the Purari Delta. These are extensive alluvial lowland plains, with thick deposits from the Fly and Digul, along with lesser rivers. This region is the most species-rich in New Guinea, reflecting its relatively stable geological history. There are many endemics along with 35 species shared with northern Australia, including the prized barramundi. Inland from both the north and south shores of the Arafura Sea there are closely allied species of rainbowfishes and gudgeons. There are 37 endemic species in this southern region, including several endemic genera of ariids, Cochlefelis, Doiichthys, Nedystoma and Tetranesodon. Another endemic genus, Kiunga, is only found in PNG. This area is also the sole New Guinea home of the barramundi, Lates calcarifer.

On a proportional basis, the Timika area compares very favorably in species richness. The Wania, Aikwa and Kamora Rivers drain a catchemt area of 3000 km2 and hold 80 species. The largest river system, that of the Fly in PNG, holds 153 species (including five endemics) but in a much larger drainage area of 76,000 km2. To the north, the Mamberamo’s 50,000 km2 hosts 140 species, with four endemics. Just to the east, the Lorentz River drains 10,000 km2 with a fish fauna of 60 species including an endemic. The larger number of species in other river systems is at least partially due to the fact that these drain a much more extensive area of foothills lying in elevations of 400 to 1000 meters. For example, the Fly River system runs through almost 1000 km. of these foothills where 20 per cent of its species are found. In contrast, the rivers in the Timika area drain less than 75 km. before high mountains restrict fish diversity. Here there are only four species at the base of the mountains and none over 1000 meters.

While the various surveys in the Timika area found four new fish species, these are probably not endemics as they are most likely also thrive in the rivers to the east and west. The four new little critters include a cardinalfish, Glossamia timika, a gudgeon, Oxyeleotris stagnicola, and two blue-eyes, Pseudomugil ivanstoffi and P. pellucidus.

The five introduced fishes include the ornamental aquarium killifish Aplocheilus panchax found in the ponds around the Freeport environmental lab and providing a degree of mosquito control. The four others are the walking catfish, the tilapia, the climbing perch and the snakehead. This latter pest is notorious for habitat degradation, competition and predation of native fishes, but also frogs, crustaceans, snakes and insects. There is a general reduction of fish species diversity if snakeheads present. In 1997 there were already found in the Kuala Kencana streams and were spreading fast.

For the New Guinea fish species in the area, the richest sites are located in the peat swamps and the undisturbed lowland rain forest waterways. Some 50 of the 80 species are found here. Unfortunately, this is precisely the zone most affected by the recent population influx, leading to habitat degradation. Of all the local species, some 70 per cent are carnivorous, feeding mostly on insects, various larvae and shrimp. The rest are mostly herbivorous with some also taking insects, thus becoming omnivores. It is interesting to note, as wrote Dr.. Allen, that this carnivore to herbivore ratio is generally the same as the marine coral fish communities.

Spawning peaks in the Timika area during the rainy season, from around May through September. This applies to the plotosid catfishes, the glassfishes, the hardyheads and the rainbowfishes. There a rationale to the timing: rain means flooding which means shelter as streamside vegetation becomes inundated and the concomitant increased turbidity helps to protects juveniles against fish and bird predators. Many local groups are demersal spawners, in sharp contrast to floating pelagic eggs and larvae of most marine fishes. Several groups practice strange parental care for their eggs: Kurtus gulliveri incubates them on a bony hook in its forehead, while the tilapia, forked-tailed catfishes and arowana prefer oral incucation. This is done mostly by the males mostly, with female doing this maternal care for the tilapia and the arowana.

While most of the above text on fishes come from Dr. Allen’s widespread experience in New Guinea as well as on-site surveys, another valuable source of information is being continuously produced by the mining company. It began a long-term environmental monitoring program (LTEMP) in 1995, continuing on a quarterly basis to the present (2001). The marine and fresh-water section of this through program provides valuable information on productive fish and shrimp and reaffirms the coastal zone’s importance for the commercial species caught by offshore trawlers.





















Monyet ditelan Ikan Tapah
Source : sirloinskipper.fotopages.com




SUNGAI Pahang yang terkenal antara terpanjang di Semenanjung adalah destinasi kaki pancing untuk memburu ikan tapah yang dianggap spesies ikan air tawar paling besar yang mendiami pelbagai lubuk di sepanjang sungai berkenaan.

Enam orang anak muda sekampung berhampiran Lubuk Paku, Maran sudah bersiap dengan menyewa dua buah sampan dengan enjin sangkut 15 kuasa kuda. Sampan pertama diketuai Dalip berserta Hassan dan Ali, manakala Ramli mengetuai sampan kedua dengan Yusri dan Daud yang sudah lama tergila-gila untuk memancing ikan tapah.

Mereka meninggalkan jeti Lubuk Paku pada pukul 8 pagi, cerita Ramli pada satu pertemuan dengan penulis di pekan Maran baru-baru ini, sambil mengingati peristiwa yang hampir meragut nyawa tiga pemancing dalam sebuah sampan yang dipandunya sendiri ketika memancing di sungai Pahang (Lubuk Tapah).

Sebelum ke Lubuk Tapah mereka sempat memancing baung dan ikan sungai yang lain, sesekali udang galah bersepit biru turut dijinakkan tapi bagi Yusri dan Daud tetap berhajat untuk memburu ikan tapah spesies ikan paling besar menghuni sungai dan tentunya menduga cabaran hebat semasa bertarung dengannya.



Sampan pertama yang diketuai oleh Dalip pernah mendaratkan ikan tapah seberat 15 kilogram di Lubuk Tapah yang bakal kami jenguk cerita Ramli, lantas menunjukkan gambar Ramli dengan ikan tapah yang ditewaskannya. Gambar itu membakar semangat rakan pancingnya Yusri dan Daud, yang bercita-cita dapat berdepan dengan ikan tapah gergasi.

Dua buah sampan bergerak ke lubuk tapah pada jam 2 petang dan sebaik tiba di lokasi beberapa ekor monyet menjerit lantas melompat dari dahan pokok rimbun yang hampir menutup sebahagian lubuk berkenaan. Kami semua berpandangan sesama sendiri dan dalam keadaan cemas itu seekor monyet terlepas pegangan lalu jatuh tapi sepantas kilat seekor tapah gergasi sebesar sampan melompat menyambar monyet yang sekelip mata hilang dalam mulut yang terbuka luas itu.

Permukaan air di lubuk menjadi gelombang sebaik saja ikan gergasi itu jatuh semula ke dalam air air dan tenggelam dengan membawa seekor monyet sebagai habuan. Yusri dan Daud tergamam beberapa ketika tapi Daud serius lalu pengsan tidak sedarkan diri kerana peristiwa menakutkan itu berlaku kira-kira lima meter di hadapan matanya.

Ramli tanpa berlengah lagi terus memecut pulang sambil diikuti sebuah sampan lagi yang dipandu oleh Daip. Yusri masih dalam keadaan lemah, hilang semangat dan hasrat untuk memancing ikan gergasi itu hilang sama sekali malah rasa takut menghantui ingatannya. Daud masih belum sedarkan diri.

Jeti Lubuk Paku menjadi gempar dan Daud terus diberi rawatan tradisional oleh seorang pawang tradisional Pak Jalal (bukan nama sebenar) sebelum di hantar ke Hospital.
Mengambil masa cuma satu jam sahaja Daud mula sedar dan memandang keliling tapi bola matanya tajam merenung Pak Jalal.

“Kamu dah keluar dari lubuk tapah tu, kamu selamat, ini rumah Atuk,” pawang Jalal memujuk Daud yang masih lagi dalam ketakutan. Daud menangis dalam fobia yang masih segar dalam ingatannya.
“Itu bukan ikan tapah.....itu hantu, lubuk tu berhantu, pawang Pak Jalal terus membantu untuk memulihkan semangat Daud yang akhirnya pulih seperti sedia kala.

Hari ini Daud sudah berpindah ke Kelantan, sudah berumahtangga dan sudah mendapat tiga anak, tetapi memancing di sungai langsung dilupakan untuk selamanya namun di laut terutama kawasan pelantar minyak dan terumbu karang dan unjam tetap diterokanya bersama rakan-rakan pancing lain.
Apa pun misteri ikan tapah gergasi menyambar monyet tetap terpahat dalam ingatannya sebagai satu misteri yang sukar di lupakan.

RENUNGAN:

Setiap perkara yang berlaku adalah atas kehendak Allah dan buruk baik itu juga datang dariNya, cuma manusia yang membuat pilihan mengikut atau mengawal nafsu yang kadang kala berdepan dengan dugaan serta cabaran. Semuanya ini datang dari Allah maka kepadaNya jua kita kembali serta mohon kebaikan.

Jumat, 15 Mei 2009

Ditemukan ikan Baung jenis baru

Mystus impluviatus. A New Species of Bagrid Catfish
(Teleostei: Bagridae) from Eastern Borneo
Heok Hee Ng


new species of bagrid catfish in the genus Mystus is described from the Mahakam River drainage in eastern Borneo. Mystus impluviatus closely resembles Mystus nigriceps and Mystus castaneus but differs in having a second posterior fontanel on the supraoccipital. It can be further distinguished from M. nigriceps and M. castaneus a combination of the following characters: maximum height of adipose fin 4.7–6.0% SL, length of adipose fin base 31.6–36.1% SL, long second and third dorsal fin rays, causing the dorsal fin to appear less rounded, maximum height of pectoral spine serrations 3.6–4.8% of spine length, a deeply forked caudal fin with a slender upper lobe, and a brown body with a distinct dark triangular patch on the base of the caudal peduncle.

THE genus Mystus Scopoli, 1777 is a group of bagrid catfishes found in streams and rivers throughout South and Southeast Asia. The genus Macrones was used by earlier authors, but Macrones Duméril, 1856, is preoccupied by Macrones Newman, 1841, in Coleoptera and Mystus Scopoli, 1777, was revived by Fowler (1928) as a replacement name. Mystus is poorly diagnosed and is polyphyletic (Mo, 1991). Twentytwo of the 45 nominal species of Mystus are found in Southeast Asia, 19 of which are currently considered valid.

The identity of Mystus nigriceps Valenciennes has been the subject of much confusion among ichthyologists (Ng, 2002). A recent study by Ng (2002) recognized two distinct species in the material generally identified as M. nigriceps: one in Java and the other in Sumatra, the Malay Peninsula, and northern and western Borneo. Ng restricted M. nigriceps for the Javanese species and described the other as Mystus castaneus. While comparing M. castaneus and material identified as M. nigriceps from Java and the Mahakam River drainage in eastern Borneo, differences were observed, which suggested that the Mahakam River material belong to an undescribed species.

MATERIALS AND METHODS
Measurements were made point to point with dial calipers and data recorded to tenths of a millimeter. Counts and measurements were made on the left side of specimens whenever possible. Sub units of the head are presented as proportions of head length (HL). Head length itself and measurements of body parts are given as proportions of standard length (SL). Measurements follow those of Ng and Dodson (1999); the maximum height of the pectoral spine serrations is measured following Ng and Tan (1999). Institutional abbreviations
follow Leviton et al. (1985) except for the Zoological Reference Collection of the Raffles Museum of
Biodiversity Research, National University of Singapore (ZRC).

DESCRIPTION
Mystus impluviatus n. sp. Figures 1, 2A, 3A, 4A, and 5A

Holotype.—CAS 97049, male, 87.0 mm SL; Borneo: Kalimantan Timur, small river on road 12.2 km from Sebulu crossroads towards forest and 59 km from Air Putih crossroads (08169S, 117809E); M. S. Christensen, H. Christensen, and H. Aschanuddin, 31 July 1982.

Paratypes.—CAS 94621, 2 juveniles, 20.3–22.8 mm SL; Borneo: Kalimantan Timur, beneath floating water hyacinth island about 6 m2, flooded swamp forest ca. 6 km SE of Kota Bangun (0°16'S, 116°34'E); M. S. Christensen et al., 1983. CAS 95038, 4 males, 76.2–119.6 mm SL, 1 female 80.8 mm SL; USNM 371267, 1 male, 83.0 mm SL, 1 female, 81.1 mm SL; Borneo: Kalimantan Timur, remnant pool in swamp forest, approximately 120 m2 along Sungai Kedang Kepala, ca. 15 km NNW of Muara Kaman (0°9'S, 116°43,E); M. S. Christensen and M. Schellenberg, November 1982. CAS 95035, 1 male, 98.9 mm SL; 1 female, 113.0 mm SL; MZB 10703, 1 female, 96.1 mm SL; Borneo: Kalimantan Timur, Belayan River (0°7'N, 116°22'E); M. S. Christensen et al., 10 August 1982. CAS 97045, 3 juveniles, 25.7–30.0 mm SL; Borneo: Kalimantan Timur, from small stream on logging trail going inland from southern junction of Sebulu, side road to stream approximately 4 km (0°16'S,117°0'E); M.S. Christensen and G.von Drabich, 31 October 1982.

Fig. 1. Mystus impluviatus, paratype male, CAS 95035, 98.9 mm SL.

Diagnosis.—Mystus impluviatus differs from both M. castaneus and M. nigriceps in having a second posterior fontanel on the supraoccipital (Fig. 2). It further differs from M. castaneus in having a shallower adipose fin (4.7–6.0% SL vs 6.1– 7.0), smaller serrations on the posterior edge of the pectoral spine (maximum height of serrations 3.6–4.8% of spine length vs 6.9–8.0), and a more deeply forked caudal fin with a more slender upper lobe (Fig. 3). Mystus impluviatus further differs from M. nigriceps in having a longer adipose fin base (31.6–36.1% SL vs 26.3– 31.4), longer second and third dorsal fin rays, causing the dorsal fin to appear less rounded, and a brown body with a distinct dark triangular patch on the base of the caudal peduncle (vs greenish gray body with a diffuse dark triangular patch on the base of the caudal peduncle).

Fig. 2. Schematic illustration of dorsal views of heads of (A) Mystus impluviatus, CAS 97049, holotype, 87.0 mm SL; (B) Mystus castaneus and Mystus nigriceps (M. castaneus, UMMZ 155714, 77.9 mm SL illustrated), showing presence of second posterior fontanel on supraoccipital in M. impluviatus. Scale bar represents 10 mm.

Description.—Head depressed; dorsal profile slightly convex and ventral profile almost straight. Bony elements of dorsal surface of head covered with thin skin; bones readily visible, ornamented with numerous fine grooves. Eye ovoid, horizontal axis longest, with free margin; located entirely in dorsal half of head. Gill openings wide, extending from posttemporal to beyond isthmus. Gill membranes free from isthmus, with 9 (n 5 11) or 10 (n 5 4) branchiostegal rays. First branchial arch with 6 + 14 (n = 4), 5 + 20 (n = 2), 5 + 21 (n = 2), 6 + 19 (n = 1), 6 + 20 (n = 4) or 6 + 21 (n = 2) gill rakers.

Mouth subterminal, fleshy upper lip extending anteriorly beyond upper jaw. Oral teeth small and viliform, in irregular rows on all tooth-bearing surfaces. Premaxillary tooth band rounded, of equal width throughout. Dentary tooth band much narrower than premaxillary tooth band at symphysis, tapering laterally. Vomerine tooth band unpaired, continuous across midline; smoothly arched along anterior margin, tapering laterally to point extending posteriorly well past level of premaxillary band; band width narrower than premaxillary band at midline, widening laterally and then tapering to a sharp point posterolaterally.

Fig. 3. Schematic illustration of caudal fins of (A)
Mystus impluviatus, CAS 95038, paratype, 83.0 mm SL;
(B) Mystus castaneus, UMMZ 155714, 77.9 mm SL.
Scale bar represents 5 mm.

Fig. 4. Map showing distribution of Mystus castaneus, Mystus impluviatus and Mystus nigriceps

(c). Base map courtesy of W. J. Rainboth.


Barbels in four pairs. Maxillary barbel long and slender, extending beyond caudal fin. Nasal barbel slender, extending to halfway between posterior orbital margin and dorsalmost extent of gill opening. Inner mandibular-barbel origin close to midline; barbel thicker and longer than nasal barbel and extending just beyond base of last pectoral fin ray. Outer mandibular barbel originates posterolateral of inner mandibular barbel, extending to base of first pelvic fin ray.

Body slightly compressed, becoming more so toward caudal peduncle. Dorsal profile rising evenly but not steeply from tip of snout to origin of dorsal fin and sloping gently ventrally from origin of dorsal fin to end of caudal peduncle. Ventral profile slightly convex to anal fin base, then sloping slightly dorsally to end of caudal peduncle.
Skin smooth. Lateral line complete and midlateral in position. Vertebrae 20 + 17 = 37 (n = 10), 21 + 16 = 37 (n = 1), 20 + 18 = 38 (n = 2), 21 + 17 = 38 (n = 1), or 20 + 19 = 39 (n = 1).

Dorsal fin with spinelet, spine, and 6 (n = 2) or 7 (n = 13) rays. Origin of dorsal fin slightly anterior to midline. Dorsal fin margin convex, usually with anterior branch of fin rays longer than other branches. Dorsal fin spine short, straight and slender, posterior edge with low irregular serrations.

Pectoral fin with stout spine, sharply pointed at tip, and 8 (n = 4), 9 (n = 2) or 9,i (n = 9)
rays. Anterior spine margin smooth; posterior spine margin with 10–12 small serrations along entire length. Pectoral fin margin straight anteriorly, convex posteriorly.

Pelvic fin origin at vertical through posterior end of dorsal-fin base, with i,5 (n = 15) rays and slightly convex margin; tip of adpressed fin not reaching anal fin origin. Anus and urogenital openings located at vertical through middle of adpressed pelvic fin. Males with a long, slender genital papilla extending to base of second anal fin ray.

Adipose fin with convex margin for entire length; anterior end reaching to base of last dorsal fin ray. Anal fin base ventral to posterior half of adipose fin, with iv,7 (n = 2), iv,8 (n = 9) or iv,9 (n = 4) rays and curved posterior margin.

Caudal peduncle moderately slender. Caudal fin deeply forked, with i,7,7,i (n = 2) or i,7,8,i (n = 13) principal rays; upper lobe slender and lanceolate, lower lobe pointed. Procurrent rays extend only slightly anterior to fin base. Morphometric data as in Table 1.

TABLE 1. MORPHOMETRIC DATA FOR Mystus impluviatus (n = 10). Range (mean ± SD)


% SL
Head Length 27.3–29.2 (28.1 ± 0.70)
Head width 18.4–20.7 (19.4 ± 0.74)
Head depth 1.60–20.4 (17.6 ± 1.30)
Predorsal length 42.3–47.0 (38.7 ± 0.60)
Preanal length 69.8–73.1 (71.7 ± 1.87)
Prepelvic length 48.8–56.7 (51.4 ± 2.37)
Prepectoral length 23.8-28-9 (26.3 ± 1.60)
Body depth at anus 13.9–22.7 (18.2 ± 3.30)
Length of caudal peduncle
16.6–19.7 (18.2 ± 1.18)
Depth of caudal peduncle 7.7–10.0 (9.1 ± 1.08)
Pectoral spine length 17.7–22.2 (19.5 ± 1.25)
Pectoral fin length 18.8–23.6 (21.7 ± 1.80)
Dorsal spine length 10.5–14.7 (12.4 ± 1.30)
Length of dorsal fin base
14.4–17.2 (16.1 ± 0.92)
Pelvic fin length 16.1–19.0 (17.2 ± 0.90)
Length of anal fin base 9.3–13.5 (12.3 ± 1.09)
Caudal fin length 26.9–34.4 (29.7 ± 2.18)
Length of adipose fin base 31.6–36.1 (34.2 ± 1.46)
Maximum height of adipose fin 4.7–6.0 (5.6 ± 0.34)
Post-adipose distance 12.7–14.4 (13.4 ± 0.51)
% HL
Snout length
33.0–36.1 (34.9 ± 1.34)
Interorbital distance 33.3–40.0 (36.3 ± 2.21)
Eye diameter 18.9–21.1 (20.9 ± 1.09)
Nasal barbel length 64.9–86.9 (74.2 ± 8.32)
Maxillary barbel length 372.5–424.6 (394.5 ± 21.12)
Inner mandibular barbel length 96.2–121.8 (107.6 ± 8.16)
Outer mandibular barbel length 148.7–191.5 (176.2 ± 11.56)

Fig. 5. (A) Maximum height of the adipose fin (%SL) plotted against SL (mm) for Mystus castaneus and Mystus impluviatus; (B) Length of the adipose fin base (%SL) plotted against SL (mm) for M. impluviatus and Mystus nigriceps.


Color in alcohol.—Dorsal surface of head and body uniform medium brown, with a very faint dark gray humeral spot and a distinct oval or triangular dark gray spot on base of caudal peduncle.Ventral surfaces of head and body dirty white; adipose fin and fin rays of all fins brown; interradial membranes of all fins with scattered melanophores. Dorsal half of barbels brown at base, gradually turning to dark yellow on ventral half and tips.

Distribution.—Known from the Mahakam River drainage in eastern Borneo (Fig. 4).

Etymology.—From the Latin impluvium, which refers to a skylight; in allusion to the second posterior
fontanel on the supraoccipital of this species. Used as a noun in apposition.

DISCUSSION
The identity of M. nigriceps has been problematic (for a detailed discussion, see Ng, 2002), particularly so for the material from the Mahakam River. It has been variously identified as M. nigriceps by Christensen (1992) and as M. cf. cavasius by Kottelat (1994). Mystus impluviatus, M. castaneus, and M. nigriceps can be distinguished from all other Southeast Asian Mystus in having a moderately long adipose fin (29–37% SL) and an oval or triangular dark gray patch on the base of the caudal peduncle (all other Southeast Asian Mystus lack markings on the base of the caudal peduncle, except for M. bimaculatus Volz, 1904, which has a black vertical bar with a white vertical bar immediately anterior to it at the base of the caudal peduncle).

The difference in the height of the adipose fin between M. castaneus and M. impluviatus cannot be explained by ontogenetic change alone, as a plot of the maximum height of the adipose fin against SL (Fig. 5a) shows. A plot of the length of the adipose fin base against SL (Fig. 5b) also shows that ontogeny alone cannot explain the differences observed between M. nigriceps and M. impluviatus. Lines drawn through the plot of all data from both species as a single series have very low r2-values (0.0002 for the maximum height of the adipose fin and 0.0296 for the length of the adipose fin base).

Mystus impluviatus appears to be endemic to the Mahakam River drainage (or, at least, to eastern Borneo). This is not surprising, given that the Mahakam River was isolated from the other main Southeast Asian river drainages throughout the low sea level periods of the Pleistocene (Voris, 2000). Although the endemism of the Mahakam fish fauna is currently thought to be low (about 9%; Kottelat, 1994), recent studies have identified at least three more endemic species of catfishes (e.g., Ng, 2000, 2001; Ng and Ng, 2001). Therefore, the fish fauna of the Mahakam River deserves further study as it is likely that there are more endemic species in the river system.

COMPARATIVE MATERIAL
Mystus nigriceps: RMNH 2948, holotype, 119.3 mm SL; RMNH 3009, 199, 99.4 mm SL; Java. RMNH 15857, 105.3 mm SL; Java: Batavia (neotype of Bagrus micracanthus). MNHN 4369, 71.5 mm SL; Java (paralectotype of Bagrus keletius; photograph examined). CMK 9214, 7 ex., 63.9– 77.0 mm SL; Java: Java Timur, Kali Brantas basin, canal at Nggareman (Kecamatan Patianrowo, Kabupaten Kertosono) (7°34'S, 112°5'E). CMK 9231, 8 ex., 57.0–84.4 mm SL; Java: Java Timur, Kali Brantas basin, channelized stream through drained (formerly swampy) area at Campurdarat, S of Tulungagung (8°10'S, 111°20'E). MZB 10032, 2 ex., 78.1–79.5 mm SL; Java: Java Timur, Kabupaten Bojonegoro, Kecamatan Bojonegoro, Desa Bojonegoro, Bengawan Solo. MZB 10056, 10 ex., 56.1–86.1 mm SL; Java: Java Timur, Brantas River, Lengkong Dam at Mojokerto. MZB 10066, 4 ex., 77.6–110.5 mm SL; Java: Ciujung River, Kecamatan Pamarayan Serang. ZRC 43878, 4 ex., 67.5–81.0 mm SL; Java: Java Tengah, Citalahab next to rice field, probably draining into Citanduy about 20 km to Banjar.

Mystus castaneus: ZRC 41848, holotype, 121.4 mm SL; Borneo: Sarawak, Serian market, from Sungai Sadong. ZRC 28176, 1 paratype, 77.6 mm SL; Malaysia: Johor, Kota Tinggi, Sungai Mupor. ZRC 39419, 3 paratypes, 124.0–134.5 mm SL; Sarawk: Serian market. ZRC 40487, 8 paratypes, 86.5–114.1 mm SL; Borneo: Brunei, Tutong district, Sungai Merimbun, outflow from Tasik Merimbun draining into Sungai Tutong. ZRC 40490, 6 paratypes, 92.7–143.8 mm SL; Borneo: Sarawak, Serian market. UMMZ 155689, 1 ex., 101.9 mm SL; UMMZ 155713, 1 ex., 58.7 mm SL; UMMZ 155714, 6 ex., 38.8– 87.8 mm SL; Sumatra: Musi River, Muara Klingi.

ACKNOWLEDGMENTS
I am grateful to D. Catania (CAS), M. Kottelat (CMK), I. Rachmatika, and R. Hadiaty (MZB); M. van Oijen (RMNH), D. Nelson (UMMZ), and K. Lim (ZRC) for access to material under their care, and to W. Rainboth for permission to use the map of Southeast Asia. This work was funded by support from the Rackham School of Graduate Studies of the University of Michigan.

LITERATURE CITED
CHRISTENSEN, M. S. 1992. Investigations on the ecology and fish fauna of the Mahakam river in east Kalimantan (Borneo), Indonesia. Int. Rev. Ges. Hydrobiol. 77:593–608.
FOWLER, H. W. 1928. Further notes and descriptions of Bombay shore fishes. J. Bombay Nat. Hist. Soc. 33:100–119.
KOTTELAT, M. 1994. The fishes of the Mahakam River, east Borneo: an example of the limitations of zoogeographic analyses and the need for extensive fish surveys in Indonesia. Trop. Biodiv. 2:401–426.
LEVITON, A. E., R. H. GIBBS, JR., E. HEAL AND C. E. DAWSON. 1985. Standards in herpetology and ichthyology.
Part I. Standard symbolic codes for institutional resource collections in herpetology and ichthyology. Copeia 1985:802–832.
MO, T.-P. 1991. Anatomy and systematics of Bagridae (Teleostei) and siluroid phylogeny. Theses Zool. 17: 1–216.
NG, H. H. 2000. Bagrichthys vaillantii (Popta, 1906), a valid species of bagrid catfish from eastern Borneo (Teleostei: Siluriformes). Zool. Med. 73:327–332.
———. 2001. Clarias microstomus, a new species of clariid catfish from eastern Borneo (Teleostei: Siluriformes). Zool. Stud. 40:158–162.
———. 2002. The identity of Mystus nigriceps (Valenciennes in Cuvier & Valenciennes, 1840), with the description of a new bagrid catfish (Teleostei: Siluriformes) from Southeast Asia. Raffles Bull. Zool 50:161–168.
———, AND J. J. DODSON. 1999. Morphological and genetic descriptions of a new species of catfish,
Hemibagrus chrysops, from Sarawak, East Malaysia, with an assessment of phylogenetic relationships (Teleostei: Bagridae). Ibid. 47:45–57.
———, AND P. K. L. NG. 2001. A revision of the akysid catfish genus Acrochordonichthys Bleeker. J. Fish Biol. 58:386–418.
———, AND H. H. TAN. 1999. The fishes of the Endau drainage, Peninsular Malaysia with descriptions of two new species of catfishes (Teleostei: Akysidae, Bagridae). Zool. Stud. 38:350–366.
VORIS, H. K. 2000. Maps of Pleistocene sea levels in Southeast Asia: shorelines, river systems and time durations. J. Biogeog. 27:1153–1167.

FISH DIVISION, MUSEUM OF ZOOLOGY, UNIVERSITY OF MICHIGAN, 1109 GEDDES AVENUE, ANN ARBOR, MICHIGAN 48109-1079. E-mail: heokheen@umich.edu. Submitted: 6 Oct. 2002. Accepted: 6 Nov. 2002. Section editor: D. G. Buth.

Email Masuk : Ikan PATIN Tikusan




















Pertanyaan dari INNAL, Kutai , KALTIM
APA NAMA LATIN IKAN-IKAN INI :(Foto dari atas ke bawah )
1. Ikan Tikusan : Mystus wyckii ikan ini mirip baung tapi lebih monyong mulutnya mirip tikus.
2. ikan sapu-sapu : Plectropomus sp
3. ikan puyau : Osteochillus melanopleurus
4. Ikan lempuk atau di jawa disebut ikan lembet nama ilmiahnya : Cryptopterus limpok

EMAIL: TANYA NAMA IKAN




























Bingung nih bang... tolong dibantu yah?Jelawat : nama latinnya Leotoparbus heoveni ato Leptoparbus heoveni
Lancang Balu : Apa nama latinnya?Sama seperti ikan lancang namun tubuhnya berlendir lebih banyak
Lempam : Apa nama latinnya?
Patin Pulutan : Apa nama latinnya?
Puyau : Apa nama latinnya?Banyak terdapat di hampir semua wilayah di Kabupaten Kutai Kartanegara.
Tempe : Apakah bener nama latinnya Pristolepis fasciata?Seperti ikan puyu, namun ukurannya lebih besar dan pipih
Tikusan : Apa nama latinnya?
Kalibere : Nama latinnya yang bener Mystus Singaringan atau Mystus planiceps?
Lika (Bagarius yarelli) dengan ikan Sapu - sapu (Placostomus sp) :Apakah jenisnya sama atau beda? jika beda apa perbedaannya?
Puyau : Apakah nama latinnya Osteochilus melanopleurus?
Sumpit : apakah bener nama latinnya Archerfish?



tHANKS ATAS pertanyaan bang INNAL di KUTAI, KALTIM (ini teman saya dari jauh yang hobi mancing di sungai-sungai Kalimantan Timur, surganya mancing sungai).

LANCANG BALU ; Pangasius polyuranodon
Lampan : nama latinya karena belum tahu (perlu melihat sendiri dengan menghitung jari-jari siripnya)... tetapi cukup ditulis Osteochillus sp
PATIN PULUTAN : Pangasius micronema.... ini dulu banyak di sungai bengawan Solo Nal !, tetapi sekarang sudah menyusut...kalah sama obat dan pencemaran sungai...
PUYAU : ..aku perlu juga melihat sendiri..karena perlu hitungan jari2 siripnya.
TEMPE ; Sudah benar itu Nal
TIKUSAN : Mystus wyckii
Kelibere : nama latinnya : bisa Mystus nigriceps bila panjang sungut sampai perut, bila hanya sampai dada : Mystus planiceps
LIKA : sama sapu-sapu jelas bedalah.... lika itu bisa gede banget...di nepal sampai 2 meteran dan suka memakan bangkai manusia yang dibakar dan dibuang disungai.... kalu sapu-sapu hanya 20-50 cm...wah-wah sungai mahakam sudah kemasukan sapu-sapu yang dari Amerika (Amazone)...wah sama dengan sungai bengawan Solo yang juga kebanjiran ikan sapu-sapu ! sedih ya?!
SUMPIT : nama internasional (Inggris) memang ARCHERFISH, tapi nama latinnya : Toxotes jaculatrix.

Rabu, 13 Mei 2009

TAPAH, Lele Gepeng dari Indonesia











































































By EBe
Ikan tapah atau nama latinya Wallago atu dan Wallago leeri adalah salah satu ikan air tawar yang dapat tumbuh sampai 2 meter. ikan ini terdapat di Kalimantan dan Sumatra dan juga terdapat di Thailand, Laos, Burma dan Malaysia.
Ikan ini sebenarnya terdapat juga di Jawa barat bagian Barat tetapi mungkin sudah punah. di sungai Bengawan Solo ada juga sepupu ikan tapah yang mirip tetapi hanya dapat tumbuh sampai 40 cm saja yaitu ikan lembet atau Mersasi nama ilmiahnya ; Crytopterus sp

Jumat, 08 Mei 2009

Email Masuk : RUMPON

This sender is DomainKeys verified
"Rajankiman Salim"
Add sender to Contacts
Salam sejahtera pak Eko.
Saya kiman dari Balikpapan-Kaltim, hobby berat mancing
Dari MM 122 Hal 10, bapak mengulas mengenai rumpon.
Dari tahun 2001 saya sudah membuat rumpon dari ban bekas yang diturunkan pada kedalaman air 45-65 M.
Total rumpon yg saya punya sudah mendekati 20 buah.
Saat ini kondisi diperairan balikpapan sudah tidak kondusif untuk membuat rumpon diperairan dangkal, dikarenakan makin maraknya Mini Trawl Udang yg menjangkau kedalaman hingga diatas 40 m, belum lagi saat ini ditambah Mini Trawal Ikan, selain itu Jala juga menjangkau daerah cukup dalam hingga 70 m, Belum lagi aktivitas Bubu dan Rawai ikan.
Sehingga saya berniat menjauh dari masalah diatas dengan membuat rumpon pada kedalaman air 90-130 m.
Yang jelas agak memakan waktu krn cahaya matahari agak berkurang.
Adapun yang ingin saya tanyakan kepada bapak mengenai rumpon air dalam(rumpon tuna) sbb:
1. Apakah cukup efektif jika kita buat pada kedalaman air 400-600 m, menginggat besarnya biaya untuk kedalaman diatas 1000 m terutama tali.
2. Melihat contoh gambar yg Bapak cantumkan menggunakan tanda pelampung,tentu ini menjadi sasaran empuk bagi penongkol yg rutinitas mereka tinggi kelaut dibandingkan saya hanya 1 mgg sekali, tak ubah kita yg menanam org lain yg memanennya. Ada yg menyarankan kepada saya agar pelampung ditenggelamkan sekitar 3-4m dibawah air, penandaan dgn GPS. Namun apa pelampung tanda tersebut tidak rebah akibat arus, dan bagaimana menambah daun lagi kalau pelampungnya tdk diatas air.
Kiranya saya sangat berharap bapak bisa memberi solusinya.


salam hormat

Kiman

Trims atas pertanyaan pak Kiman
Wah Salut atas usaha pak Kiman dalam membuat rumpon, walau pada akhirnya “dibabat” juga oleh nelayan.

Efektif –tidaknya kita membuat rumpon memang sangat dipengaruhi biaya, karena untuk membuat rumpon tuna pada kedalaman 400-600 meter tentu tidak sedikit biaya yang dibutuhkan. Mungkin maksud pak Kiman bila telah membuat rumpon dalam , maka akan muncul pertanyaan , mungkinkan ikan akan masuk dalam area rumpon? Dan apakah tidak diketahui oleh pemancing atau nelayan lain?
Semakin dalam tentu rumpon melayang (bukan rumpon dasar lho ) semakin baik, karena akan bercokol ikan-ikan besar. Cuma memang yang menjadi masalah adalah keberadaan rumpon tentu akan menjadi sasaran pemancing dan nelayan. Lain. Memang akan menjadi tidak efektif bila rumpon yang susah-susah kita buat, pada akhirnya dikerumuni pemancing dan nelayan lain. Itu sudah resiko, apalagi kayaknya tidak ada kode etik atau etika dalam hal ini.
Tanda pelampung diatas biasanya menandakan kepemilikan suatu kelompok nelayan yang tentu tiap hari melaut, sedangkan bagi pemancing yang membuat rumpon tuna sebaiknya memang ditenggelamkan 3-4 meter dan ditandai dengan GPS. Untuk menambah daun lagi, dapat digunakan cantelan yang bisa dilepas (tentunya membutuhkan bantuan nelayan)

Rabu, 06 Mei 2009

MENGENAL KELUARGA BESAR IKAN PATIN


by Eko 'Ebe"

Ikan patin atau orang Jawa menyebut sebagai ikan jambal dan wagal, atau orang sekarang menyebut sebagai ikan pagasius adalah ikan yang mempunyai penyebaran hampir seluruh asia tenggara. berikut ini detail masing-masing jenis ikan patin..beda tapi tak sama bung ! mau detail, maka click saja gambar diatas.

Mengapa BINUANGEN Banyak Ikannya ?













By : "Ebe" Eko


Saya iseng saja melihat di peta satelit lewat google earth, ternyata memang di daerah binuangen merupakan daerah lipatan atau patahan dasar laut yang dalam (lihatlah atau di zoom lagi !). nanti akan terlihat daerah yang lebih biru/lebih gelap. bisa dipastikan daerah yang gelap adalah daerah yang dalam. di sini banyak tubiran atau jurang laut sehingga banyak ikan hidup dalam "stratifikasi vertikal" atau stratifikasi kedalaman. banyaknya drop off tentu merupakan daerah upwelling plankton, sehingga tentu sebagai rantai makanan, pada akhirnya ikan-ikan besar juga bercokol di sini.
Daerah yang sama di peta adalah sekitar Bali, Lombok, Maluku, NTT, atau daerah lain yang berwarna gelap sebagai tanda daerah yang dalam atau setidaknya ada jurang laut (batas antara daerah yanga dalam dengan daerah yang dangkal. Hal inilah yang menjelaskan mengapa BINU menjadi Surga bagi pemancing. Daerah gelap lain juga sebenarnya Surga, cuma saja tidak ada kapal mancing yang sebaik dan sebanyak di Binu yang notabene karena dekat dengan JAKARTA... tempat orang banyak duit berada !..





Senin, 04 Mei 2009

The secrets of Bengawan Solo's catfish




















by
Eko Ebe

Bengawan solo merupakan sungai terbesar dan terpanjang di pulau Jawa (sekitar 575 km, dari tuk di Wonogiri sampai ujung pangkah di Gresik, Jawa Timur). terdapat satu maskot pancingan yang tidak ada duanya di Jawa, yaitu ikan jambal atau patin. patin ini berbeda dengan ikan patin yang ada di tempat pancingan. ikan patin pancingan merupakan ikan introduksi dari Thailand (Pangasius sutjii) sedangkan ikan asli sungai ini adalah Pangasius djambal. Memang bagi orang awan mesti terlihat sama saja, analog dengan beragam tanaman padi yang bagi kita juga sama, padahal jelas beda ! nantikan rahasia ikan jambal bengawan solo dalam rubrik EKOSISTEM PERAIRAN DI TABLOID MM....






Senin, 27 April 2009

Rockfishing, Bahaya, tapi.....Candu

























By : Eko "Ebe"
Mancing karangan atau rock fishing itu berbahaya, tetapi hasilnya... Nyandu..kepengen terus..mancing di tebing pantai. Tidak ada pemandangan sepanjang jalan sebaik menuju ke pantai tebing.... peta-peta pantai tebing di pantai selatan mulai Pacitan, Trenggalek, Malang selatan dapat dilihat dengan bantuan satelit di Google.earth.com. wuih..tim PEMALAS Solo telah bertepatan hati untuk menyambanginya... setidaknya diusahakan sebulan sekali..

Kamis, 16 April 2009

foto-foto muara sungai
























by "Ebe"Eko Budi KUncoro
Ini adalah sebagian foto-foto muara sungai, tempat aku betah berlama-lama untuk mancing, menfoto dan mencari inspirasi, dari atas ke bawah :
1. Sungai Donan, Cilacap
2. Sungai Progo, Yogyakarta
3. Sungai Wawar, Kebumen
4. Sungai Suwuk, Kebumen
5. Sungai Luk Ulo, Kebumen

Selasa, 31 Maret 2009

Rumpon

Rubrik Ekosistem Perairan
Oleh : Eko Budi Kuncoro

Memahami Rumpon

Semua pemancing laut pasti mengenal dan sering mendengar kata rumpon, tetapi bagaimana penjelasan ilmiahnya?

Rumpon atau FAD (Fish Aggregation Device) adalah alat bantu penangkapan yang berfungsi untuk memikat ikan agar berkumpul dalam suatu daerah tangkapan. Ikan senang berada di sekitar rumpun karena daerah ini adalah tempat berkumpulnya plankton dan ikan kecil sehingga menarik juga bagi ikan predator untuk mendekati rumpon. Ikan-ikan pelagis tertentu seperti tuna dan cakalang juga senang berada di rumpon karena memang kebiasaan ikan tersebut untuk berkelompok di sekitar kayu atau benda-benda terapung.
Kepadatan gerombolan ikan pada rumpon diketahui oleh nelayan berdasarkan buih atau gelembung udara yang timbul di permukaan air, warna air yang gelap karena pengaruh gerombolan ikan atau banyaknya ikan-ikan kecil yang bergerak di sekitar rumpon.
Penggunaan rumpon secara tradisional di Indonesia telah lama di lakukan oleh para nelayan dari Mamuju , Sulawesi Barat dan di Jawa Timur. Penggunaan rumpon secara modern mulai dilakukan sekitar tahun 1980an oleh Lembaga Penelitian Perikanan Laut.


Gb.1. Rumpon tradisional dari Jeneponto, Sulsel. Terbuat dari daun lontar dan daun
kelapa.
Bahan dan Komponen Rumpon
Bahan dan komponen rumpon sangat beragam, tetapi komponen utama rumpon adalah sebagai berikut :

Tabel.1. Komponen dan bahan pembuat rumpon
Komponen
bahan
1. Pelampung
Bambu, plastik
2. Tali tambat
Tali, wire, rantai, swivel
3. Pemikat
Daun kelapa, daun lontar, jaring bekas
4. Pemberat
Batu, beton, drum bekas

Di Indonesia, nelayan masih menggunakan pelampung dari bambu, sedangkan talinya masih dari bahan alami dari rotan. Pemberatnya dari batu gunung atau atau batu karang dan pemikatnya dari daun kelapa. Rumpon jenis ini biasanya dipasang pada perairan yang dangkal dengan tujuan untuk mengumpulkan ikan-ikan pelagis kecil. Sedangkan rumpon yang dipasang diperairan yang dalam biasanya menggunakan tali nilon untuk memikat ikan-ikan besar seperti ikan layang, tuna, dan cakalang. Untuk memudahkan pencarian dan tanda-tanda pemiliknya, maka diberi tanda berupa bendera, pelampung atau bahan lainnya.

Gb.2. Berbagai tanda pelampung rumpon para nelayan
Rumpon Modern
Rumpon modern bahan pemikatnya dibuat dari jaring bekas, pipa metal menggantikan posisi bambu. Bahkan rumpon modern sering ditanam di kedalaman 1000-2000 meter di bawah laut. Rumpon ini biasanya di beri alat pendeteksi ikan yang dapat dimonitor dari kapal atau fishing base sehingga dapat diketahui rumpon mana yang telah banyak ikannya. Atau posisinya dicatat di GPS, sehingga nelayan tinggal mencari lewat alat ini bila hendak mencari ikan disekitar rumpon tersebut.

Gb.3. Rumpon modern gaya Jepang

Ikan yang berasosiasi dengan rumpon
Tidak semua ikan dapat dipancing atau dijala disekitar rumpon, tetapi hanya jenis-jenis tertentu saja, diantaranya seperti tabel dibawah ini :

Tabel 2. Ikan yang berasosiasi dengan rumpon
No.
Nama Indonesia
Nama internasional
Nama ilmiah
1
Cakalang
Skipjack tuna
Katsowonus pelamis
2
Tongkol
Frigate tuna
Auxis thazard
3
Tongkol pisang
Frigate tuna
Euthynus affinis
4
Tenggiri
King mackerel
Scomberomorus sp
5
Madidihang
Yellow fin tuna
Thunnus albacares
6
Tembang
Frigate sardine
Sardinella fimbriata
7
Japuh
Rainbow sardine
Dussumeria sp
8

Silverstrippes
Spratteloides delicatudali
9


Thyssa baelana
10
Sardin
Sardinella
Sardinella schanum
11
Layang
Scrad
Decapterus sp
12
Tuna mata besar
Big eye tuna
Thunnus obesus
13
Cumi-cumi
Squid
Loligo sp
14
Hiu
Shark
Spiraena sp
15
Layaran
Sailfish
Istiophorus gladus
16
Ikan kwe
Jack
Caranx sp

Rumpon ikan dasar
Banyak juga dibuat rumpon yang digunakan untuk ikan-ikan dasar, sehingga hanya berupa tong bekas, ban bekas serta berbagai barang bekas lain yang ditenggelamkan ke dasar laut seperti becak, besi bekas, kapal tua yang dikaramkan dll. Rumpon ini tidak dimaksudkan untuk menarik ikan permukaan tetapi ikan dasar, seperti pernah dilakukan pembuatan rumpon dengan membuat beton cor di perairan Wedi Ombo, Yogyakarta oleh UGM. Karena bentuk rumpon ini adalah di dasar dan tanpa pelampung, maka jelas digunakan untuk memikat ikan-ikan dasar seperti kakap merah dan kerapu. Karena posisi rumpon di dasar, maka untuk mencarinya hanya dapat dilakukan dengan GPS.



Bahan Bacaan :

Monintja. Study on the Development of Rumpon as Aggregation Device in Indonesia. Buletin ITK Maritek. IPB. 1993.
Von Brandt. Fish Catching Methods of the World. Third edition. Fishing News Books. Farnham. 1987.

Barotrauma

Rubrik Ekosistem Perairan
Oleh : Eko Budi Kuncoro


Pengaruh Barotrauma pada Metode “Tangkap-Lepas” (C & R)

Ikan yang dipancing di daerah yang dalam akan berakibat fatal bila dilepas lagi ke air. Bagaimana hal itu bisa terjadi ? Adakah cara meminimalkan potensi kematian saat ikan dirilis lagi?

Ikan yang secara cepat diambil (tepatnya : dipancing) dari dasar laut/danau yang dalam seringkali mengalami trauma “kedalaman” karena tekanan yang berbeda antara dasar dengan permukaan air apalagi di darat. Trauma ini disebut sebagai barotrauma atau depressurization. Gejala-gejala yang ditunjukkan oleh ikan yang mengalami barotrauma adalah cara berenang yang aneh (patah-patah) dan tidak mempunyai kemampuan untuk segera menyelam saat dilepas lagi ke air. Pada tahap selanjutnya bisa terjadi gelembung renang yang membesar, mata membengkak, pendarahan pada lambung dan insang. Sedangkan penyebab kematian karena kasus ini adalah emboli karena berlebihnya gas di gelembung renang, kerusakan organ dalam dan sebelum semua itu terjadi biasanya ikan sudah keburu dimakan oleh predator.

Semua Berawal dari Gelembung Renang
Semua ikan mempunyai organ dalam yang disebut sebagai gelembung renang atau Swim bladder yang berfungi untuk mengatur jumlah gas di tubuh. Saat menyelam, maka tekanan gas di gelembung renang akan berkurang, sebaliknya saat untuk berenang naik, maka tekanan gas di gelembung renang akan ditambah. Sedangkan keseimbangan gas di gelembung renang digunakan untuk bergerak tanpa berenang atau berdiam diri di masa air. Inilah yang disebut sebagai daya apung. Tanpa kemampuan ini maka ikan tidak dapat naik dan turun melawan grafitasi dan tekanan air.
Masalahnya, terdapat 2 jenis tipe gelembung renang, pertama yaitu Physostomous, jenis yang mempunyai saluran antara gelembung renang dan esophagus (kerongkongan). Sehingga jenis ini dapat memasukkan gas dan mengeluarkan gas dengan cara menghisap udara dari permukaan. Termasuk dalam kelompok ini adalah ikan mas atau karper-karperan (famili Cyprinidae), kelompok salmon dan trout. Ikan –ikan ini mampu dengan cepat menyelam dan mengatur keseimbangan gas di gelembung renangnya. Makanya merilis kelompok ikan-ikan ini cenderung tidak berakibat fatal.
Tipe gelembung renang kedua adalah Physoclitous , jenis yang tidak mempunyai saluran penghubung antara esophagus dengan gelembung renang. Ikan-ikan ini mensekresi gas ke dalam gelembung renang melalui kelenjar gas dan system rete mirabile sedangkan saat membuang gas melalui organ khusus yang menyerap gas yaitu oval. Termasuk ke dalam kelompok kedua ini adalah kelompok ikan kakap dan kerapu serta ikan-ikan dasar di laut. Jenis ini yang tidak dapat secara cepat berada di suatu kedalaman yang berbeda karena akan terjadi kasus barotrauma.

Bagaimana Dengan Ikan Pelagis?
Ikan pelagis atau ikan-ikan yang terdapat di zona permukaan (zona pelagic) -zona dimana masih terdapat pengaruh sinar matahari masuk- terdapat ikan-ikan perenang cepat yang bergerak vertical. Ikan-ikan perenang cepat (seperti tuna, kelompok marlin, layaran, tenggiri, wahoo, lemadang dll ) gelembung renangnya tidak cukup cepat disesuaikan untuk mengimbangi perubahan tekanan dan mencapai daya apung netral. Lalu bagaimana cara kerja para para sprinter laut dan maskot pemancing ini?
Mereka ternyata meningkatkan daya apung dengan menyimpan lipida (lemak) di dalam tubuh. Kerapatan lipida lebih kecil dibanding air laut, sehingga dapat turut mengatur daya apung. Lipida ini biasanya terkumpul pada hati yang ukurannya bertambah besar.
Karena mereka bermain di tekanan air yang paling ringan -mendekati permukaan air-, maka jenis ini yang paling mudah dirilis, asalkan tidak kelamaan saat melepas mata kail di mulut ikan.

Tekanan Hidrostatis
Bertambahnya kedalaman setiap 10 meter akan memberikan tekanan hidrostatik sebesar 1 atmosfir. Karena tekanan ini sangat berpengaruh terhadap distribusi ikan di laut dalam. Semakin dalam suatu perairan semakin sedikit komposisi jenis ikan, karena berarti ikan harus mampu bertahan terhadap tekanan hidrostatik. Ikan-ikan pelagis kalau ditaruh di kedalaman lebih dari 2000 meter tentu juga akan meledak isi perutnya, karena tekanan hidrostatik di laut dalam bisa sampai 200 atmosfir, tergantung kedalamannya.
Sangat disayangkan bahwa tidak terdapat informasi terperinci tentang akibat langsung tekanan hidrostatik terhadap kebanyakan organisme laut dalam. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa organisme laut dalam yang berhasil ditangkap, mati atau hampir mati sesampainya di kapal. Penelitian terakhir yang dapat diteliti hanya organisme mikroskopis seperti bakteri, jamur dan golongannya, bukan ikan.
Jadi komik Deni manusia ikan memang benar-benar fiksi yang tidak ilmiah sama sekali, karena ikan permukaan yang benar-benar ikan saja akan mati bila berada di dasar laut yang dalam. Apalagi manusia yang tidak mempunyai kapasitas untuk melawan tekanan hidrostatis. Orang berenang paling banter di kisaran 20-30 meter di bawah air. Bila terlalu dalam, tentu akan menjadi kerusakan organ yang fatal.

Problem Berubahnya Tekanan Air Secara Cepat
Sebenarnya ada pula ikan-ikan dasar yang dapat “ditarik” ke darat dan dipelihara di kolam atau akuarium, asalkan ikan ditarik secara perlahan-lahan untuk memberi kesempatan gelembung renang untuk beradaptasi. Seperti contoh ikan hias frontosa yang diambil dari danau Tanganyika di Afrika. Ikan ini hidup di kedalaman sampai 100 meter (danau terdalam ke dua di dunia). Ikan yang diperoleh dimasukkan di dalam karamba besi dan setiap hari dinaikkan 10 meter, sehingga pada hari ke 10 ikan sudah berada di permukaan sehingga siap untuk di jual ke pengekspor ikan hias. Ikan yang sudah ada di akuarium dapat dipelihara, demikian pula anak-anaknya tahan hidup di permukaan yang bertekanan hidrostatika rendah atau nyaris nol, tidak seperti nenek moyangnya yang hidup didasar danau yang dalam.

Gb. Ikan frontosa (foto : Eko Budi Kuncoro)

Berbeda dengan memancing, misalnya jenis ikan kakap merah yang dipancing di kedalaman 100 meter atau lebih justru diangkat dengan kecepatan penuh -misalnya dalam 2 menit- ikan sudah mendarat di deck kapal. Hal ini tentu berakibat kematian ikan, karena gelembung renangnya tidak mampu beradaptasi secara ekstrim sehingga sulit untuk merilisnya lagi.

Berapa Kedalaman yang Berpengaruh ?
Banyak penelitian dilakukan untuk mengetahui berapa kedalaman minimal yang perpotensi menjadi kematian bagi ikan bila di pancing. Sayangnya saya belum mendapatkan satupun penelitian tentang hal ini di Indonesia, semuanya masih jurnal asing. Hal ini sebenarnya sangat penting membantu para pemancing dasar (yang ingin melakukan metode catch and release), dimana dengan fishfinder atau senar PE warna dapat diketahui seberapa dalam dia memancing dan kira-kira ikan mengalami braotrauma atau tidak di kedalaman tersebut bila dirilis lagi. Untuk memberi gambaran berikut ini adalah beberapa penelitian yang berhasil saya peroleh dari beberapa jurnal. Beberapa diantaranya :
Penelitian di laut California terhadap ikan-ikan rockfish (grouper) atau kelompok kerapu pada kedalaman 55-89 meter. Hasilnya 65% mengalami kematian. Berarti kedalaman di bawah itu bisa jadi 100% ikan akan mati.
Penelitian di danau Lesser, Alberta , USA terhadap ikan walleye (Stizostedion sp) di kedalaman 10 atau lebih mengindikasikan lebih dari 45% ikan tidak hidup setelah dirilis.
Turmanen mancing di danau Nipissing, Ontario terhadap ikan walleye yang dipancing di kedalaman paling dangkal 8 meter mendapatkan hasil sekitar 35% ikan mati saat dirilis.
Penelitian di pantai Hutington beach, USA terhadap ikan kerapu jenis Sebates sp yang dipancing di kedalaman 50-90 cm mengindikasikan 68% mati saat dirilis.
Dari berbagai penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa masing-masing jenis ikan ternyata mempunyai kemampuan adaptasi yang beragam terhadap aksi barotrauma yang dihadapinya. Ikan-ikan kerapu yang banyak dijual di restoran dalam kondisi hidup (dipajang di akuarium sebelum dimasak) biasanya diambil dari pantai berbatu yang kedalamannya masih dalam ambang belum terjadi efek barotrauma.

Implikasi Bagi Pemancing Laut Dalam
Melihat paparan barotrauma di atas dan ini yang menyebabkan adanya gerakan anti angling di beberapa Negara maju- yang sering didengungkan para konservasionist – maka kita harus mempunyai konsep mancing yang jelas. Mancing pada jangka panjang atau masa depan memancing semboyannya adalah angling is conservation. Terdapat 2 kata tentang hal ini yaitu konservasi dan preservasi. Konservasi adalah secara hati-hati mempergunakan sumberdaya alam untuk keberlanjutan di bidang rekreasi, ekonomi dan ekologi sedangkan preservasi adalah melarang menggunakan sumberdaya alam untuk kepentingan apapun karena jenis sumberdaya alam tersebut mengalami tekanan yang kuat, misalnya menuju kepunahan.
Mancing sebagai bagian dari konservasi , artinya secara hati-hati mempergunakan sumber daya alam termasuk ikan. Hati-hati artinya memancing memakai aturan atau best management practices. Sudahkan di Negara kita memakai aturan dalam memancing di alam ? sudahkan di negara kita memakai licence memancing atau SIM = Surat Ijin Memancing?, sudahkan memancing memakai kuota ? selama itu semua belum ada maka hanya jiwa kita yang dapat berbicara. Jiwa kita untuk tidak serakah mengambil semua dari alam.

Bahan Bacaan :
Bartholomew A, Bohnsack JA. A review of catch-and-release angling mortality with implications for no-take reserves. Fish Biology and Fisheries 2005;15:129–54.
Muoneke MI, Childress WM. Hooking mortality: a review for recreational fisheries. Fisheries Science 1994;2:123–56.
Policansky D. Catch-and-release recreational fishing: a historical perspective. In: Pitcher TJ, Hollingworth CE, editors. Recreational fisheries: ecological, economic and social evaluation. Cambridge, UK: Blackwell Science; 2002. p. 74–94.
Salz RJ, Loomis DK. Saltwater anglers’ attitudes towards marine protected areas. Fisheries 2004;29(6):10–7.
Wydoski R.S. Relation of hooking mortality and sublethal hooking stress to quality fishery management. In: Barnhart RA, Roelofs TD, editors. Catch-and-release fishing as a management tool. Arcata, CA: Humbolt State University; 1977. p. 43–87.

Senin, 30 Maret 2009

Mancing berdasarkan catatan satelit

Rubrik Ekosistem Perairan
Teks : Eko Budi Kuncoro



Mencari Lubuk Sungai Berdasarkan Panduan Satelit


Teknologi satelit saat ini bukan barang baru dan hal yang rumit, karena banyak aplikasi yang disederhanakan, untuk berbagai kepentingan pengguna. Saya berhasil menggabungkan data di internet dengan minat memancing, khususnya di sungai untuk mencari lubuk. Berikut pencerahannya.

Kita saat ini sangat dimanjakan oleh kemajuan teknologi, misalnya data-data satelit. Dulu mungkin hanya instansi tertentu yang dapat mengaksesnya, bahkan cenderung sebagai hal yang rahasia -seperti data intelijen-. Ingat saat berita televisi menyiarkan sebuah pengeboman rumah yang diduga tempat bersembunyi Saddam Hussein di Irak. Di tayangan ini terlihat jelas oleh foto satelit yang me-zoom sebuah rumah, mulai sebelum, sesaat dan sesudah di bom dari pesawat (walaupun akhirnya memang terbukti bukan persembunyian sang ditaktor yang akhirnya di hukum mati). Saat ini penggunaan data-data satelit banyak diaplikasikan ke berbagai bidang termasuk militer, meteorology, lansekap, pembangunan areal usaha, pertanian, perikanan, kehutanan, pertambangan dan tentu memancing !
Keakuratan data satelit atau sebenarnya lebih sebagai foto-foto dari satelit ruang angkasa ini sangat mengaggumkan, mulai dari puluhan kilometer jaraknya dengan bumi sampai hanya beberapa puluh meter saja sehingga seperti di zoom dengan kamera super. Coba bayangkan kamera digital SLR yang paling canggih yang kita punya paling-paling hanya bisa melakukan zoom dari jarak 20-30 meter sedangkan yang paling bagus hanya 100 meter, sedangkan kamera super ini bisa sampai puluhan kilometer.

Awalnya Iseng
Karena kemampuan super zoom ini maka saya iseng melakukan zoom rumah saya, ternyata mobil yang diparkir di depan rumah pun bisa dilihat dengan jelas!.bahkan tempat menjemur pakaian di lantai atas yang hanya berukuran 3 x 3 pun terlihat. Dari sini pun akhirnya keluar rasa ingin tahu - atau sebenarnya iseng -, karena dari data satelit ini saya baru tahu sebuah rumah yang selalu tertutup dan tampak depan tidak begitu meyakinkan tetapi mempunyai kolam renang yang lebih besar dibanding ukuran rumahnya. Jadi walaupun rumah tertutup rapat tetapi kalau dapat dilihat dari langit, maka tempat ini akan tetap terlihat dengan jelas. Namanya juga mania mancing, sehingga tidak lepas dari sungai, danau dan pantai , akhirnya saya melakukan flying (bahasa satelit untuk menunjuk suatu objek) ke sungai-sungai yang ada di sekitar Jawa Tengah dan Yogya. Amazing ! semuanya nampak jelas, bahkan kalau di zoom akan kelihatan daerah yang dalam atau tidak sungai tersebut. Sungai yang dalam biasanya warna airnya lebih gelap dibanding sungai yang tidak dalam. Akhirnya saya lihat lagi sungai-sungai yang biasa saya sambangi lubuknya, ternyata sama persis dengan perkiraan. Daerah yang gelap adalah lubuk !.
Jadi dasar pemikiran yang sederhana ini dapat diterapkan bagi para pemancing yang ingin melakukan pemancingan di sungai dengan memperkirakan dulu di satelit. Sama dengan pemancing laut yang memperkirakan keberadaan ikan dengan fishfinder. Mungkin kita bosan dengan memancing di tempat yang hanya itu-itu saja , maka dapat melakukan eksplorasi lubuk berdasarkan satelit. Tidak perlu jauh-jauh, disekitar tempat tinggal kita mungkin terdapat lubuknya. Tetapi ini mungkin hanya berlaku di sungai-sungai yang tidak tercemar berat, kalau sungai sudah tercemar apa boleh buat !?.
Semua orang sudah sepakat bahwa lubuk adalah gudangnya ikan, ini tidak dapat dipungkiri. Sebagai perumpamaan, lubuk sama dengan gugusan karang bila kita memancing di laut. Potensi ini dulu hanya dikenal dengan cara bertanya dengan penduduk setempat. Dengan teknologi satelit ini kita dapat menginventaris dimana saja lubuk di suatu sungai hanya dengan duduk menghadap computer. Sehingga kita dapat membuat daftar lubuk dan koordinatnya yang dapat disimpan di GPS. Tidak perlu repot-repot bertanya penduduk dulu, karena kalau mencari lubuk disepanjang sungai sangat naĂ¯f kalau semuanya ditanyakan kepada penduduk.

Download gratis !
Cara mengunduh data satelit dimulai dengan mengakses www.google earth.com . selanjutnya klik download, dan klik pula versi Linux, Macintosh atau Window sesuaikan dengan software yang anda punya. Selanjutnya terdapat icon flying to : tulis sesuai dengan pulau yang anda kehendaki dan nama Negara, misalnya tulis : Java, Indonesia dan klik lagi. Selanjutnya berdasarkan kursor kita langsung dapat flying ke daerah yang anda inginkan. Untuk memperbesar objek cukup dengan klik 2 kali atau memutar naik turun mouse. Sebagai contoh saya tampilkan beberapa sungai di Jawa tengah yang sudah saya buktikan sendiri antara data di Internet dengan data lapangan yaitu diantaranya :

Sungai serayu di Cilacap
Di lokasi lubuk 1 atau di selatan jembatan jl raya Adipala-Cilacap adalah lubuk yang dalamnya sekitar 10 meter. Lubuk 1 ini berkoordinat 7o40”43.89’S dan 109o 06’45.06’T . Saat mancing ke sana memang banyak pemancing yang bergerombol di sekitar lubuk 1, berarti sesuai dengan perkiraan sebelumnya. Terlihat jelas di lubuk ini berwarna lebih gelap dibanding warna disekitarnya. Kedalaman sungai ini secara umum sekitar 3-4 m. Demikian pula di lubuk 2 dan 3 saat saya cek dengan senar yang dipasang stopper karet tiap 1 meter, kedalamannya memang lebih dalam dibanding daerah lainnya. Cuma di daerah ini tidak ada pemancingnya, sehingga merupakan peluang yang baik untuk dijadikan hot spot alternative.

Gb. Sungai Serayu di dekat muara, Cilacap.

Sungai Opak, Yokyakarta
Sebagai perbandingan lainnya, saya tampilkan foto satelit sungai Opak di yogyakarta. Pada lubuk yang saya tampilkan adalah pertigaan sungai antara kali opak yang mengalir dari utara (sekitar Prambanan) dengan kali Oyo yang mengalir dari timur (sekitar Gunung Kidul). Koordinat yang saya catat adalah : 7o 75’20.53’S dan 110o 21’53.19’T. Kedalaman lubuk ini saya ukur saat belum musim hujan hanya 4-5 meter, tetapi itu sudah lebih dalam disbanding kedalaman sungai rata-rata yang hanya 1 meter.

Gb. Sungai Opak, Yogyakarta.
Sungai Bogowonto, Purworejo
Data selanjutnya adalah sungai Bogowonto di Purworejo. Bagi yang terbiasa memancing di sungai Bogowonto dekat muara sungai, maka terbiasa nongkrong disepanjang pinggir sungai yang berbatu-batu. Tetapi daerah mana yang paling dalam?. Dengan data satelit ternyata terlihat bahwa didaerah yang berkoordinat 7o53’13.57’S dan 110o01’59.62’T adalah lubuk dengan kedalaman 6-8 meter sedangkan kedalaman rata-rata hanya 2-3 meter. Letaknya hanya sekitar 500an meter sebelah selatan jembatan jalur selatan-selatan Purworejo-Kebumen.

Gb. Sungai Bogowonto, Purworejo.

Sungai Progo, Yogyakarta
Lubuk sungai Progo dapat dicari dengan mudah di sepanjang jalan kecil menuju pantai Trisik. Sungai dekat muara ini ternyata terdapat lubuk yang berkedalaman 5 meter, sementara kedalaman sungai rata-rata hanya 1-2 meter. Posisinya di koordinat 7o58’26.19’S dan 110o12’56.88’T.
Gb. Muara sungai Progo, Yogyakarta.
Data-data diatas hanya dapat dilihat saat musim kemarau, karena saat musim hujan warna air kuning atau coklat gelap sehingga bila dilihat dari atas satelit terlihat sama saja , tidak ada warna yang bergradasi seperti saat kemarau. Karena tidak ada gradasi perubahan warna, maka tidak dapat dilihat lubuknya. Saya pernah flying mencari sungai yang difoto saat banjir atau musim hujan, dimana terlihat jelas warna sungainya kuning atau coklat muda sehingga tidak berbeda warnanya di badan sungai bagian manapun. Seperti contoh sungai Grindulu di Pacitan , Jawa Timur di bawah ini.

Gb. Sungai Grindulu, Pacitan yang menuju muara teluk Pacitan, Jawa Timur.

Setelah melihat data-data ini maka anda dapat mencari sendiri sungai-sungai didekat rumah atau kota anda untuk mencari lubuk melalui internet. Data telah tersedia, lubuk telah terpantau. Akhirnya keberhasilan memancing tetap tergantung pada anda sendiri karena masih banyak factor lain misalnya umpan, cara mancing, musim yang tepat dan lain-lain. Selamat mencari lubuk dan memancing !.
Rubrik : Ekosistem Perairan
Oleh : Eko Budi Kuncoro (Ebe)


Umpan Alami Vs Umpan Tiruan

Umpan Alami ( Natural Bait ) dan umpan tiruan (Artificial Bait ) sudah sama-sama digunakan sejak lama oleh nelayan dan pemancing. Keduanya mempunyai kelemahan dan kelebihan masing-masing, jenis mana yang anda suka?

Umpan alami atau natural bait adalah umpan untuk memancing yang berupa hewan atau tumbuhan baik masih hidup (live bait) maupun sudah mati. Banyak ragam umpan alami misalnya berbagai jenis ikan baik laut maupun tawar, udang laut dan tawar, serangga, cacing, katak maupun berbagai bahan tumbuhan berupa lumut, daun kangkung dan rumput teki. Lumut banyak digunakan untuk memancing ikan nila, mujair dan nilem, sedangkan daun kangkung untuk memancing ikan gurame , demikian pula pucuk rumput teki digunakan untuk memancing ikan tawes. Mungkin masih banyak pemancing tradisional di daerah lain yang menggunakan bagian suatu jenis tumbuhan tetapi tidak terekspos dengan baik.
Umpan tiruan atau artificial bait sangat banyak ragamnya dan terus berkembang karena mempunyai spesifikasi yang berbeda-beda baik bentuk maupun bahan dasar pembuatnya misalnya beragam jig, minnow, popper, flies, spinner, spoon, lure dll. Ternyata umpan tiruan dari bahan besi atau logam (jig) sudah digunakan ratusan tahun yang lalu oleh nelayan-nelayan Viking di Skandinavia (tahun 1400an). Demikian pula banyak nelayan tradisional kita yang membuat umpan dari bulu-bulu ayam dan dari tali raffia, atau dari bahan kerang yang di beri mata kail.

Tiga Kelompok Pemancing
Bagaimanapun banyaknya pemancing di dunia, maka hanya terdapat 3 golongan pemancing berdasarkan umpan yang dipakai yaitu :

1. Penggemar Umpan Tiruan , Artifial Bait Minded
Kelompok pemancing yang hanya menjadikan umpan tiruan sebagai umpannya dalam memancing. Kelompok ini juga masih dibagi lagi, yaitu memang kelompok yang menguasai dengan baik pengetahuan tentang umpan tiruan termasuk teknik memancing maupun peralatan pendukungnya. Kelompok kedua adalah pemancing yang sudah “termakan iklan” atau pemancing yang sudah terkena “Corporate brainwashing” adalah pemancing ikut-ikutan yang biar terlihat modern, up to date, dan looking cool.

2. Penggemar Umpan Alami, Natural Bait Minded
Kelompok yang hanya menjadikan umpan alami baik umpan hidup atau mati sebagai umpan saat memancing. Kelompok ini juga sangat fanatic dan tidak mau menggunakan umpan artificial sebagai umpan alternative. Pemancing ini sepertinya memberikan garansi bahwa hanya umpan alamilah umpan yang paling baik, walaupun kadangkala (tepatnya “lebih sering”) hasilnya berbeda 360 derajat atau unreal expectations.

3. Penggemar Beragam Umpan, Realistic and Open Minded
Kelompok pemancing yang fleksibel dalam memakai umpan. Mereka tahu harus terjadi kesesuaian antara alat, teknik mancing dan kombinasi keduanya seperti menggunakan umpan popper sebaiknya memakai senar PE, dan jorannya harus jenis khusus yang memakai ring guide dari bahan yang kuat karena senar PE akan menggores penuntun senar yang kualitasnya buruk. Demikian pula kapan memakai umpan tiruan dan kapan memakai umpan alami berdasarkan kondisi alam sekitar atau berdasarkan musim serta jenis ikan apa yang menjadi target.

Di beberapa forum mancing di luar negeri sering terjadi perdebatan antara pemancing dengan umpan alami dan umpan buatan. Beberapa lure fisherman (pemancing dengan umpan tiruan) keberatan dengan rekannya live bait angler (pemancing umpan alami). Karena menurut mereka memancing dengan umpan alami sangat mudah dan kurang tantangan. Demikian pula menggunakan umpan alami sering mengakibatkan ikan mati karena biasanya umpan dimakan ikan target sampai di rongga dalam.
Saya tidak hendak masuk ke dalam perbedaan dan hendak memihak, tapi berdasarkan pada pikiran yang jernih. Memang kedua argument para lure fisherman benar, tetapi bukankah tidak ada yang salah bila menangkap ikan lebih mudah ? seperti tidak perlu dibikin rumit ?. Demikian pula perihal umpan alami lebih banyak yang menyebabkan ikan mati saat dirilis karena masuk terlalu dalam di rongga mulut. Tetapi umpan tiruan kadangkala juga masuk ke rongga dalam ikan target. Jadi menurut hemat saya bukankah lebih baik fleksibel dalam menggunakan umpan, baik alami maupun tiruan adalah hal yang realistis ?.

Perkembangan Alat Pancing Modern
Dalam satu dasa warsa terakhir, banyak dilemparkan produk-produk baru alat memancing ke pasaran, termasuk beragam umpan tiruan. Alat-alat ini dibuat tidak hanya untuk mengembangkan hasil tangkapan para pemancing, tetapi juga lebih compatible atau disesuaikan dengan konsep memancing Catch and release (C & R), termasuk dengan umpan alami.
Beberapa produsen alat pancing di Amerika seperti All Star membuat joran khusus untuk mancing dengan umpan alami yang diberi nama Croaker Rod . Joran ini dibuat pada bagian pegangan (cork handle) lebih panjang dan bagian ujung joran didesain untuk mengawal lemparan jauh tanpa merusak umpan hidup (membuat terlepas, mati atau terkoyak).
Demikian juga berbagai macam senar dibuat untuk mengurangi terjadinya mata kail menancap terlalu dalam di rongga. Caranya dengan memperkuat sensitivitas dan menambahkan kekuatan menancap (hooking).
Perkembangan mata kail juga secara dramatis mengalami kemajuan karena berkembangnya teknologi metal sharpening sehingga tingkat ketajaman mata kail juga menjadi lebih baik. Semakin tajam mata kail, tentu berakibat hooked up atau mata kail tertancap di mulut ikan lebih sempurna.

Umpan alami
Umpan alami dipakai karena memang mengadopsi kejadian alam, dimana kebiasaan ikan memakan jenis ikan lain yang berukuran lebih kecil. Terdapat hal-hal utama, seberapapun ukuran ikan target atau umpan alami digunakan.
Sesuaikan ukuran mata kail dengan umpan alami (termasuk keseimbangan antara senar, penggulung dan joran, pastikan balance tackle). Ikan kecil atau udang kecil terlihat tidak alami jika ditancap mata kail yang berukuran besar, sehingga niat kita menipu ikan justru membuat ikan ngacir sampai tak pernah kembali. Demikian pula sebaliknya, bila peralatan ringan yang dipakai, maka mata kail yang besar akan terlihat aneh dan sulit dimengerti oleh ikan. Sebagai acuan, misalnya mata kail kecil nomor (1/0), #1, atau #2 cocok untuk senar kelas 6-12 lbs.
Sebaiknya menggunakan peralatan paling minimal untuk menghajar ikan, artinya semakin pendek dan kecil ukuran leader dan semakin kecil mata kail maupun swivel (kili-kili). Jangan sampai kita mencari ikan-ikan kecil di pantai pasir tetapi menggunakan peralatan berat seperti untuk mancing dasar di tengah laut. Semakin ringan piranti termasuk rig , semakin mudah bagi ikan untuk mencaploknya (ikan tidak curiga) dan biasanya lebih efektif.

Umpan Alami Air tawar
Dulu saya pernah membaca skripsi di almamater saya tentang tingkat preferensi ikan pancingan di kolam terhadap jenis umpan alami. Tetapi saat saya kembali untuk menimba “ilmu umpan” tersebut buku skripsinya sudah tidak ada, entah hilang kemana. Memang jarang ada penelitian tentang umpan di kalangan mahasiswa karena mungkin termasuk penelitian yang aneh, tidak bermutu, atau termasuk wilayah “kering”, tidak ada dana atau grant yang membiayainya. Padahal ilmunya sangat berguna bagi kita, para pemancing.
Tetapi sekilas dalam tulisan tersebut terdapat persentase umpan alami terhadap beragam jenis ikan. Tetapi hal ini hanya berlaku di kolam atau istilah ilmiahnya Rancob (rancangan percobaan), jadi tentu akan beragam hasilnya bila dilakukan di perairan umum seperti sungai, danau, rawa dan waduk.
Tetapi sebagai gambaran kasar, saya tampilkan penelitian di Banyumas dari buku : “Memancing di Perairan Tawar dan Laut” oleh Wudianto dkk (1993).

Tabel. Tingkat Preferensi (%) ikan pancingan di kolam terhadap jenis umpan alami

Jenis Umpan Gurami Karper Tawes Nila Lele Dumbo
Gangsir 100 - - 50 50
Jangkrik 50 25 25 50 50
Cacing Tanah 75 - 25 75 100
Cacing merah 25 50 75 50 50
Cecere 50 15 25 75 75
Lebah 50 50 75 50 50
Kroto 40 75 75 50 50
Belalang 25 - - 10 25
Capung 50 - - - 15
Rumput teki - - 50 - -
Jagung - 50 75 - -
Bulir padi - 50 75 - -

Sudah tentu kriteria penelitian preferensi ikan oleh pemancing di setiap lokasi akan berbeda-beda, karena di berbagai daerah tentu ada ciri khas masing-masing misalnya terdapat pula enthung (kepompong kupu-kupu), lintah dan precil (anak katak hijau) untuk menangkap ikan gabus, daun lompong (talas) dan petai cina untuk menangkap ikan tambra, atau buah ara (elo) untuk memancing ikan jambal sungai (patin) dll.




Umpan daging ikan (fillet)


Umpan lintah


Umpan enthung atau larva kupu









Umpan Ikan kecil


Umpan jangkrik


Umpan Udang



Umpan cacing


Umpan Alami Ikan Laut
Ikan di laut lebih rakus terhadap saudaranya di air tawar, karena tingginya tingkat predatorisme di laut. Banyak ragam umpan yang digunakan untuk memancing. Udang baik hidup, mati atau udang kupas menjadi lagu wajib saat memancing di pinggir pantai atau muara sungai. Di pantai pasir, umpan yang dipakai biasanya udang yang dikupas atau sesetan ikan kembung. Di muara sungai beragam umpan lebih variatif diantaranya potongan ikan, udang hidup dan mati bahkan di Purworejo banyak pemancing muara sungai Bogowonto yang menggunakan anak ikan gabus (kotes) untuk memancing ikan GT dan kakap merah. Cacing laut (pun-pun) juga menjadi favorit untuk memancing ikan bojor (Silago sihama) , ikan kerong-kerong dan hampir semua ikan di dermaga pasti tertarik untuk menyambarnya, cash !.
Potongan cumi agaknya kurang begitu laku di pinggir pantai, sepertinya jenis moluska satu ini hanya laku di tengah laut sebagai umpan saat mancing dasar. Berbagai hewan dalam cangkang atau kerang di pinggir pantai dapat digunakan sebagai umpan dengan cara memecah dulu kerang kemudian diambil dagingnya dan pasanglah pada mata kail yang berukuran kecil ( No 4-6). Umpan ini sangat tepat untuk memancing ikan-ikan di pinggir pantai termasuk kesukaan ikan sea bream yaitu ikan bekukon, srintilan, kapasan dan mangar. Di Jepang, justru cara mancing dengan kerang sangat popular dan disebut sebagai Otosikhomi. Cuma cara mancing orang Jepang agak lain karena cangkang dibiarkan dengan posisi masih ada sehingga ikan dibiarkan membuka sendiri cangkangnya sebelum akhirnya.. oops.. mulutnya tertancap mata kail. Sea bream adalah kelompok ikan yang mempunyai mulut dan gigi yang memang digunakan untuk membuka dan memakan karang, jadi umpan digunakan menyerupai keadaan di alam.
Memancing di tebing karang (Rockfishing) yang dalam terdapat ikan-ikan yang sama persis dengan memancing di tengah laut, karena rata-rata kedalaman bisa mencapai 30 meter. Umpan yang digunakan biasanya ikan-ikan utuh seperti ikan kembung, tongkol, belanak, barakuda berukuran 20-30 cm dan irisan cumi-cumi untuk mancing dasar, sedangkan untuk mancing kambangan (dengan pelampung), maka digunakan ikan-ikan yang diseset termasuk ikan teri utuh untuk memancing ikan cendro (panjo). Sebagai umpan alami mancing di tengah laut , ikan laut juga laris manis seperti ikan kembung, tongkol, tenggiri, teri baik utuh maupun sayatan daging ikan. Ukuran umpan tentu menjadikan pula ukuran ikan target.

Minggu, 15 Maret 2009

Memble..di pantai Sadeng, Yogya

























By "EBE" eko Budi Kuncoro
Tanggal 14-15 maret 2009 kami tim pemalas melakukan trip mancing dengan kapal di pantai Sadeng. Hasilnya termasuk memble, karena hanya dapat ikan manyung 1 kg 2 ekor dan 1 ikan lagi hanya berukuran sama dengan umpan tongkol seset yang dipakai. kayaknya kita ditipu sama guidenya mancing...he..he..he. karena katanya musim ikan tapi ternyata para nelayanpun tidak ada yang melaut, jadinya hanya troling habisin solar wira-wiri dari Sadeng- wediombo-nampu bolak-balik tanpa ikan yang nyantol. demikian juga poping dan jigging juga memble..he.he.. tapi begitulah...kami seneng karena selamat sampai tujuan dan menyusun trip mancing berikutnya.










Senin, 09 Maret 2009

Bogowonto's RIVER






















By : "Ebe" Eko Budi Kuncoro

Sungai Bogowonto adalah sungai yang paling banyak saya kunjungi, entah untuk mancing, atau main bareng keluarga. Bukan karena apa, tetapi memang keluarga besar saya berasal dari sekitar lembah sungai bukit Menoreh ini. Kakek Buyut Bapak saya masih keturunan dari Bagelen, seorang tokoh lokal di Purworejo. apapun sungainya masih sangat jernih, bebas pencemaran dan ikannya masih melimpah, dibanding sungai-sungai kota yang banyak ditrum habis-habisan.

Senin, 02 Maret 2009

PASANG SURUT dan MANCING

Oleh : Eko Budi Kuncoro (Ebe)
Tulisan ini sudah tayang di Tabloid Mancing Mania edisi...




Pasang surut merupakan fenomena alam yang disebabkan perpindahan bulan mengelilingi bumi dan posisi matahari terhadap bumi. Pencerahan berikut akan menjelaskan, dimana dikenal pula bulan penuh dan bulan gelap, seperti sering dimuat di Kalender tabloid MM.

Bagi pemancing di pantai, muara dan laut tentu mengenal dengan pasti kapan memancing yang tepat, karena kalau salah waktu tentu berakibat minimnya ikan yang dapat dinaikkan. Selain pemancing, para nelayan dan peneliti biologi laut juga memanfaatkan pasang surut untuk mencari dan meneliti biota atau mahluk hidup di sekitar pantai.
Dulu saat skripsi saya mengambil judul “Perbandingan Sebaran , Keragaman dan Biomass Biota Laut di Zona Pasang Surut antara Pantai lepas dan Teluk” yang mengambil sample di pantai selatan di Jawa Tengah, Yogyakarta dan Jawa Timur. Saat itu saya harus mengenal betul kapan waktu pasang dan surut, kapan pasang tertinggi dan kapan surut terendah karena untuk meneliti flora dan fauna (biota laut) di zona pasang surut harus dicari surut paling surut (surut terendah) sehingga saya dapat meneliti pantai sampai menjorok lebih dari 200 meter dari garis pantai (mendekati reef front). Sedangkan saat surut biasa, mungkin hanya 50-100 meter saja daerah yang dapat diteliti (sekitar reef flat/ rataan terumbu sampai reef crest/puncak terumbu)
Pada saat surut terendah inilah banyak kolam-kolam kecil yang menjebak berbagai jenis hewan laut sehingga para nelayan banyak memanfaatkan untuk mencari ikan, cumi, kepiting, udang karang dan berbagai biota lain yang laku dijual, sementara pemancing tradisional memanfaatkan daerah tubiran (reef front ) atau para pemancing menyebut daerah drop off untuk memancing ikan GT dan ikan pantai lainnya. Daerah tubiran adalah daerah dimana akhir dari rataan terumbu karang terus ke daerah yang kedalamannya menukik sampai lebih dari 100 meter (tergantung topografi pantainya). Saat surut terendah itulah air laut sampai mendekati daerah tubiran, yang jaraknya dari pantai pasir bisa 100-200 meter tergantung bentuk pantainya.
Para pemancing pasiran (beach casting) biasanya hanya memancing di sekitar rataan terumbu (reef flat) saja sehingga ikan yang didapat juga kecil-kecil. Khusus untuk pemancing tebing karang (rock casting), biasanya daerah yang dipancing langsung ke zona reef front sampai steep reef front sehingga banyak ikan-ikan besar yang dapat dinaikkan di zona ini.
Skema daerah pasang surut dapat terlihat pada gambar dibawah ini., dimana terdapat maximum high tide dan low tide. Maximum high tide adalah batas atas air pasang dan low tide adalah batas bawah air surut. Tsunami terjadi jika maximum high tide-nya sampai melebihi garis pantai, atau bahkan setinggi pohon kelapa seperti yang terjadi di Aceh.


Skema pantai secara umum. (Dok. Istimewa)

Pada saat pasang tertinggi inilah para pemancing di muara juga beraksi memainkan joran untuk menarik ikan ke daratan. Saat pasang tertinggi biasanya banyak ikan dari laut yang masuk ke muara-muara sungai, sedangkan ikan dari sungai akan menuju mulut muara karena menunggu pasokan zat hara atau makanan dari laut, sehingga daerah muara saat itu sangat berpotensi menjadi hot spot yang menjanjikan.


Mancing saat pasang di muara sungai Progo, Yogyakarta. (dok/ Eko Budi)


Memahami Pasang Surut
Air pasang (high tide) dan air surut (low tide) nampak jelas di pantai oleh adanya permukaan air laut yang naik dan turun secara teratur, biasanya 2 kali sehari. Secara vertikal, naik turunnya permukaan air laut mungkin berkisar 1-3 meter. Perbedaan air pasang dan surut tertinggi di dunia pernah dilaporkan sekitar 15 meter di teluk Fundy di Kanada.
Pasang surut disebabkan oleh perpindahan atau gerakan bulan mengelilingi bumi, juga posisi matahari terhadap bumi. Bila diukur berdasarkan jumlah massa air dan jaraknya dari bumi, ternyata kekuatan yang ditimbulkan oleh pasang surut matahari dibawah separuh kekuatan pasang surut bulan. Berdasarkan pergerakan alam semesta ini maka dikenal 2 pasang surut yaitu pasang surut purnama (Spring Tide) dan pasang surut perbani (Neap Tide).


Gb.2. Skema pasang surut (dok /istimewa).

Pasang surut purnama terjadi jika bumi, bulan dan matahari terlihat seperti garis lurus sehingga gaya tarik bumi dan bulan saling menguat sehingga menyebabkan tinggi air sangat luar biasa, demikian pula surutnya juga sangat jauh ke laut. Tampak pada skema, dimana A adalah ketinggian air pasang dan surut. B = pengaruh bulan dan M = pengaruh matahari. Hal ini terjadi pada kalender yang di tabloid MM diberi gambar adanya bola putih (bulan sabit sampai bulan penuh).
Demikian pula sebaliknya, bila bulan dan bumi membentuk siku, maka gaya tarik keduanya akan saling meniadakan sehingga perbedaan pasang dan surut sangat rendah. Pasang surut perbani biasanya ditandakan di kalender tabloid MM dengan adanya warna gelap tanpa bola putih. Berdasarkan hal inilah, maka dibuat ramalan ketinggian pasang dan surut di berbagai kota pantai di Indonesia. Data paling mnedekati siklus ini biasanya dibuat buku panduan pasang surut, karena tiap-tiap pantai tentu berbeda.
Sekarang pertanyaannya, mengapa kebiasaan memancing di laut yang terbaik di lakukan di bulan gelap ?. hal ini juga tergantung dari target ikan yang akan dipancing, karena berhubungan dengan tingkah laku ikan (rubrik ekosistem MM edisi 103, Mengapa ikan tertarik cahaya ?). Kalau dengan menggunakan fishfinder ternyata dibawah sana banyak ikannya, mengapa tidak memancing di bulan purnama ?.
Dengan adanya pasang surut, maka terjadi perubahan tinggi permukaan laut, sehingga menyebabkan pergerakan masa air laut yang biasa disebut arus laut. Arus ini sangat penting bagi ikan-ikan pelagis, karena berhubungan dengan pergerakan nutrisi, plankton dan tentu pergerakan ikan-ikan yang menjadi target. Sehingga saat arus kuat, cara mancing trolling biasanya sangat efektif, demikian pula bila arus lemah atau diam seperti kaca, flat maka saat yang baik untuk memancing dengan kaedah mancing dasar.


Bahan Bacaan :

Meadows,P.S. and J.I. Cambell. 1988. An Introduction to Marine Science. John Willey & Sons. NY.
Sumich.J.L. 1982. An Introduction to the Biology of Marine Life. Grossmont College. Wn.C.Brown Publ

Jumat, 27 Februari 2009

PARADISE di sungai Yogya



















By
Ebe

Waktu mau mudik Lebaran dari Solo ke Purwokerto tahun 2008 kemarin aku lewat jalan atau jalur selatan-selatan tepatnya antara sungai Progo dengan sungai Glagah, disepanjang jalan terdapat panorama surga bagi AQUASCAPPER seperti saya. panorama ciptaan Allah SWT ini tiada tandingannya. Setidaknya ada 5 jenis tanaman air yang didesain oleh alam.
Alam ternyata lebih genius dari kita yang hidup di dalamnya.

Senin, 23 Februari 2009

Ikan Air Tawar terberat

















By : Ebe

Inilah foto-foto ikan air tawar terberat. ditemukan di sungai mekong, beratnya hampir sebesar beruang grizlly raksasa yaitu 600 kg! ... sekitar 10 kali berat orang dewasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KIRIM KOMENTAR

INFO BISNIS BARU....CEPAT-CEPAT KLIK DISINI...

Kerja SUSAH?....jangan ragu-ragu KLIK disini SEGERA!!!!!!....kesuksesan menanti Anda.

Produk SMART ( SMART TELECOM )


Produk SMART Telecom

Rahasia TERCEPAT & TERHEBAT dalam bisnis On-Line.....KLIK disini...

Call of Duty

The Beatles Stereo Box Set

This Is It

Jay-Z

Black Eyed Peas

Canon EOS Rebel T1i 15.1 MP CMOS Dig...